Site icon Prokalteng

Membeludak, Ruang Dapur pun Dipakai Mengaji

membeludak-ruang-dapur-pun-dipakai-mengaji

Saban
Senin-Jumat sore, rumahnya dipenuhi anak-anak memakai peci pada kepala dan
kerudung bagi yang putri. Tercatat ada 60 anak didik. Jika mereka semua masuk, rumah
penuh sesak. Begitu banyaknya anak didik, rumah orang tuanya pun digunakan
untuk kegiatan belajar mengaji.

  

AGUS
PRAMONO,

Palangka Raya

SEORANG anak
laki-laki menaiki sepeda angin dituntun pelan ibunya yang berjalan kaki. Menuju
ke rumah berpagar di Jalan Akasia, sekitar pukul 15.25 WIB. Setelah tiba,
diciumnya tangan sang ibu. Kemudian masuk bergabung dengan teman-temannya yang
sudah duduk bersila.

Lantunan surat An Naba
dan surat An Nazi’at terdengar begitu nyaring dari lobi rumah. Suara dari puluhan
anak berusia sekitar 3-5 tahun. Meski tak sepenuhnya merdu, tapi ayat-ayat suci
Alquran itu bikin adem (dingin) hati dan pikiran.

Bripka Meldawati yang
saat itu mengenakan kerudung hitam, tampak duduk di tengah-tengah anak-anak.
Menuntun mereka agar otaknya merekam dengan baik lantunan ayat-ayat suci
Alquran.

Sore itu, Melda, sapaan
akrabnya, baru pulang kerja. Tak sempat istirahat. Meski demikian, tak tampak
raut wajah lelah. Tiap hari melakukan hal demikian. Terkecuali ada tugas kantor
yang mendesak. Wanita 32 tahun ini dibantu delapan mahasiswa IAIN Palangka
Raya.

“Lelah saya terbayar
dengan lucu dan pinternya anak-anak,” ucap Melda, ketika penulis menanyakan
perihal kesibukannya sebagai penyidik Subdit III Ditresnarkoba, ibu rumah
tangga, dan menjadi guru bagi puluhan anak didiknya.

Rumah Belajar dan
Bermain Islami (RBBI) didirikannya pada 19 september 2018. Ketika itu, istri
dari Brigadir Rais Mahajir itu berkeinginan membagi ilmu kepada anak-anak yatim
dan anak keluarga kurang mampu. Tak memungut biaya alias gratis. Diberlakukan
sampai saat ini. Tekadnya hanya ingin menjadikan anak-anak itu memiliki adab
dan akhlak Islami yang kuat serta bisa menghafal Alquran sejak dini.

Ada 14 anak. Terjauh
rumahnya di Jalan Kalimantan. Seiring hari berganti, ada orang tua yang mengantarkan
anaknya mendaftar. Berikutnya, dua anak lagi mendaftar. Berikutnya lagi, bisa
tiga. Dari semua kalangan. Sebagian adalah anak dari orang tua yang tak memiliki
waktu untuk mengajarkan ngaji.

“Saya enggak enak
menolak. Mungkin ini jalan yang digariskan Allah untuk ladang amal bagi saya,” katanya.

Di RBBI, proses belajar
memakai metode ummi. Identik dengan sabar. Tabah. Lembut. Metode ummi dalam
belajar Alquran mengusung tiga prinsip. Mudah, menyenangkan, dan menyentuh
hati.

Sesulit apa mengajarkan
kepada anak-anak dalam menghafal Alquran? Mengajarkan Alquran kepada anak sedari
kecil membutuhkan kesabaran. Ibarat mengukir di atas batu. Akan tetapi, jika
apa yang diajarkan sudah masuk, maka akan sulit hilang.

“Seperti ukiran di atas
batu,” ucap lulusan Fakultas Hukum UPR tahun 2013 silam.

Kebanyakan anak didiknya
yang berusia 3-5 tahun itu belum bisa menulis dan membaca Alquran. Melda harus
membaca berulang-ulang. Menanamkan dalam ingatan mereka ayat per ayat, sebelum
akhirnya bisa menghafal satu surat.

“Alhamdulillah, pada
usia dini ada yang sudah hafal empat surat. Salah satunya surat yang dibacakan
tadi di awal (surat An Nazi’at, red),” ungkap anak sulung dari empat saudara pasangan
H Muhammad dan Hj Norliana tersebut.

Penulis sempat masuk ke
ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur untuk sekadar mengobati rasa ingin tahu. Buku
berjudul ‘Cerdas Seperti Rasulullah’ dan tujuh buku lain yang sudah dibaca
anak-anak tertumpuk di atas meja. Di ruang tamu, ada dua pengajar laki-laki
yang sedang mendengar dan menuntun anak usia delapan tahun menghafal. Di
sampingnya, ada anak lainnya yang sudah menunggu giliran.

Di ruang keluarga,
berjejer meja tulis dari kayu membentuk empat barisan. Meldawati bersama
pengajar lain memandu anak-anak mengaji. Sambil menunggu giliran hafalan.

Di ruang dapur, ada
tiga pengajar yang duduk bersila di meja baca. Memanggil nama-nama anak yang
mendapat giliran hafalan. Namanya anak kecil, sudah pasti, tampak tegang raut
wajahnya.

Penulis sempat
menanyakan alasan digunakannya ruang keluarga dan ruang dapur untuk belajar?
Padahal, masih ada halaman rumah yang luasnya sekitar setengah lapangan bulu
tangkis. 

Ibu dari Raisa Alya
Fakhira ini sempat terdiam. Tersenyum tipis, seolah ada hal yang berat untuk
disampaikan. Polwan yang juga mantan atlet pencak silat di waktu muda ini pun menyebut,
untuk saat ini dirinya masih berpikir untuk membangun ruang belajar sederhana
di pelataran rumah. Rezeki yang diberikan Allah belum mencukupi untuk
membangun.

Biarlah untuk saat ini
menggunakan sarana yang ada saja. Apabila 60 murid masuk bersamaam, rumah orang
tuanya pun dipinjam untuk dijasikan tempat mengajar.

“Kalau membeludak,
biasanya ruangan yang ada penuh sesak. Terpaksa saya pinjam pakai rumah orang tua,”
ungkapnya.

Di tempat terpisah,
Kabidhumas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan mengaku bangga dengan
korps bhayangkara yang memiliki jiwa sosial. Apa yang dijalani Bripka Meldawati
sangat bermanfaat bagi anak-anak yang membutuhkan pendidikan agama. Terutama
anak dari keluarga kurang mampu dan anak yatim piatu.(*/ce)

Exit mobile version