PROKALTENG.CO-Kemajuan zaman ternyata berbanding lurus dengan pergeseran gaya hidup masyarakat yang semakin peduli dengan kesehatan dan kebugaran tubuh. Gym atau fitness center adalah salah satu lokasi yang paling banyak jadi sasaran untuk merealisasikan hal tersebut.
Walau demikian, fasilitas mewah dan harga keanggotaan yang mahal tidak melulu menjadi tolok ukur. Hal ini dikatakan oleh Yuswo Hady, pengamat bisnis dan managing partner di Inventure.
Menurut pengamatannya, preferensi orang-orang, khususnya untuk mereka yang berdomisili di luar Jakarta, cenderung lebih pragmatis dalam memilih gym.
“Di kota-kota tier 2 dan tier 3, masyarakat lebih mempertimbangkan biaya keanggotaan yang kompetitif dibandingkan fasilitas mewah. Mereka mencari program yang memberikan hasil nyata dengan investasi yang masuk akal,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima.
Yuswo menambahkan bahwa dalam lima tahun ke depan, kota-kota di luar Jakarta, termasuk Surabaya dan Semarang, akan mengalami percepatan urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Hal ini mendorong pertumbuhan kelas pekerja muda yang mulai mencari fasilitas kebugaran modern yang belum tersedia secara luas.
Kondisi ini, menurutnya, menguntungkan bisnis kemitraan gym karena peningkatan infrastruktur dan daya beli yang lebih stabil akan menciptakan permintaan baru untuk layanan gaya hidup sehat.
“Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, prospek bisnis ini, khususnya di luar
Jabodetabek, masih sangat potensial. Area-area ini belum terlalu jenuh dengan kompetisi,
sehingga memberikan ruang bagi pemain baru untuk masuk dan tumbuh,” tutur Yuswo.
Lebih lanjut, Yuswo menyebutkan, meskipun ekonomi menghadapi tantangan dan daya beli kelas menengah tertekan, bisnis gym model ini masih memiliki peluang untuk tetap sustainable dalam lima tahun ke depan. Salah satunya faktor pendukungnya adalah lipstick effect, di mana masyarakat tetap mencari cara untuk memenuhi gaya hidup mereka dengan pengeluaran kecil bermakna, termasuk kebugaran.
“Dalam konteks ini, meskipun konsumen mengurangi pengeluaran besar seperti liburan atau barang mewah, mereka tetap mau mengeluarkan uang untuk hal-hal yang memberikan rasa kontrol terhadap hidup mereka termasuk kebugaran dan kesehatan,” kata Yuswo.
Melihat peluang ini, kemitraan gym Indonesia K Fitness berencana memperluas jejak bisnisnya ke kota-kota besar di luar Jakarta. Setelah beroperasi di Jakarta dan Semarang, mereka berencana membuka 10 cabang baru dengan Semarang, Solo dan Jogjakarta menjadi target utama. Kota-kota ini disebut mengalami pertumbuhan yang terus berkembang, dan permintaan terhadap fasilitas kebugaran semakin meningkat.
“Persaingan di luar Jakarta belum seketat di ibu kota. Banyak kota besar di Pulau Jawa yang masih kekurangan fasilitas gym berkualitas dengan harga terjangkau,” ujar David Kosmo, pendiri K Fitness.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap cabang yang dibuka sesuai dengan preferensi dan daya beli masyarakat setempat. Oleh karena itu, kami akan menawarkan program latihan yang lebih spesifik, seperti kelas kebugaran kelompok yang lebih terjangkau dan fleksibel,” sambung David.
Meskipun beroperasi di daerah dengan tingkat persaingan yang lebih rendah, David mengklaim kualitas alat gym berstandar internasional dan instruktur yang profesional tetap menjadi prioritas utama. “Keanggotaan termurah berada di kisaran Rp 190.000 setiap bulannya, dengan syarat komitmen selama dua tahun,” tutupnya. (jpc)