Site icon Prokalteng

Kemenangan Trump dan Ketidakpastian Ekonomi, Indonesia Perkuat Cadangan Devisa

Hegemoni kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) membuat volatilitas pasar keuangan global menguat. (Instagram/@realdonaldtrump)

PROKALTENG.CO-Cadangan devisa Indonesia per akhir Oktober 2024 meningkat. Di saat yang sama, hegemoni kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) membuat volatilitas pasar keuangan global menguat. Makanya, perlu mencermati dan mengantisipasi dampak rambatannya terhadap perekonomian Indonesia.

Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia sebesar USD 151,2 miliar. Terjadi kenaikan jika dibandingkan posisi pada akhir September 2024 senilai USD 149,9 miliar. “Bersumber dari penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” ucap Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, Kamis (7/11).

Jumlah cadangan devisa tersebut, lanjut dia, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ke depan, BI memandang cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal. Prospek ekspor yang tetap positif, neraca transaksi modal, dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

“Dengan demikian, mendukung tetap terjaganya ketahanan eksternal. BI juga terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.

Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, kembali terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS memengaruhi dinamika perekonomian dunia. Termasuk Indonesia. Yang sudah terasa yakni pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD.

Kemudian, dia memperkirakan adanya potensi tekanan terhadap arus modal. Makanya, perlu mengantisipasi dampak ketidakpastian di pasar keuangan. Yang menjadi sorotan adalah suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) yang berpotensi tetap tinggi. Ditambah, ketagangan perang dagang yang berpotensi berlanjut.

“Ini yang harus kita respons secara hati-hati. BI terus menyampaikan komitmen menjaga stabilitas dan turut mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (serta) bersinergi erat dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” ujar lulusan Iowa State University itu.

Sementara itu, Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Haryanto Tiara Budiman menilai, kemenangan Donald Trump makin menambah ketidakpastian ekonomi global. Mengingat, Trump ingin melanjutkan program pemotongan pajak.

“Yang artinya berpotensi bahwa yang namanya defisit di Amerika (Serikat) yang sudah sangat besar, sekarang ini shortfall-nya USD 1,8 triliun atau 6,3 persen dari GDP (gross domestic product) Amerika itu bisa melebar,” ungkapnya saat ditemui di bilangan Menteng.

Haryanto mewanti-wanti peningkatan bea tarif impor. Yang tentunya bakal berimbas terhadap nilai ekspor Indonesia ke AS. Saat ini, indeks USD (DXY) terus menguat belakangan ini. Sejalan dengan kenaikan yield US Treasury 10 tahun.

Meski begitu, Haryanto menilai masih terlalu dini menyimpulkan dampak konkrit pemilu AS terhadap perekonomian Indonesia. Makanya, perlu memcermati dengan seksama dari hari ke hari. Terkait reaksi pasar hanya sesaat atau jangka yang lebih panjang.

“Yang disampaikam Pak Perry (Gubernur BI) itu benar, kita harus mencermati dengan lebih hati-hati. Yang penting, kalau kami (perbankan) harus jaga likuiditas. Pemerintah bersama BI menjaga cadangan devisa, karena itu penting,” tandasnya. (han/jpc)

Exit mobile version