PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.CO – Universitas Palangka Raya (UPR)
sebagai lembaga pendidikan tertua di Kalimantan Tengah sangat perduli terhadap
masalah kemanusian. Berangkat dari semangat dan perjuangan untuk memanusiakan
manusia Kalimantan Tengah, sangat mustahil jika Universitas Palangka Raya tidak
perduli atas berbagai permasalahan sosial yang berkembang, termasuk masalah
pelecehan seksual yang terjadi di UPR akhir-akhir ini.
Dekan Fisip UPR Kumpiady Widen melalui
rilisnya yang diterima kaltengpos.co,
Minggu (26/7) mengatakan, penanganan masalah tindak pelecehan seksual yg merupakan
salah satu kejahatan ekstra ordineri selain korupsi, dan terorisme. Harus
dilakukan dengan pola penanganan bersifat khusus yang tidak hanya menyangkut
tindakan penegakan hukum belaka terhadap pelaku, tetapi juga yang menyangkut
aspek psikologis korban.
Itulah sebabnya kronologis
penangananya yang dilakukan oleh UPR, baik terhadap pelaku maupun terhadap
korban tidak boleh terekspos secara pulgar kepublik. “Kasus pelecehan
seksual yang dilakukan oleh PS sebenarnya telah ditangani UPR sejak dini. Beberapa
kali dilakukan pertemuan di tingkat fakultas FKIP dan di tingkat universitas.
Bahkan pimpinan utama UPR untuk pertama kali mendamping beberapa korban
melapor kepada pihak berwajib.
“Untuk itu semua UPR
memiliki dokomen otentik. Kebijakan UPR sejak bergulirnya kasus pelecehan
seksual ini telah membentuk komisi etik, menjatuhkan sanksi dengan membebas
tugaskan dari kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi, menghentikan gaji dan
mengusulkan pemberhentian status ASN kepada Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi (saat itu) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia,” tegasnya.
Terkait dengan belum
diberhentikan status ASN terhadap PS, rendahnya hukuman dengan tuntutan 2
tahun dan keputusan 1,5 tahun dan kebijakan asimilasi sehingga yang
bersangkutan masih bebas berkeliaran, bukanlah kewenangan UPR dan UPR tidak
memiliki hak mengatur institusi lain yang berwenang untuk itu.
“Sebagai bagian dari
keluarga besar civitas akademika UPR, Dekan FISIP UPR sangat khawatir dan
prihatin atas beredarnya video youtube dan rilis yang dilakukan
organisasi atau kelompok koalisi organisasi pegiat
perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan seksual tanggal 19 Juli
2020 yang lalu, yang seolah-olah menjastifikasi UPR tidak perduli terhadap
masalah itu,” tukasnya.
Publikasi melalui media sosial
dan diliput media elektronik atas kontens pemberitaan yang kurang berimbang,
sumber data yang kurang valid dan konfirmatif sangat mengganggu eksistensi UPR
baik di mata masyarakat Kalimantan Tengah, Nasional dan bahkan dunia
International.
“Sebagai bagian dari
keluarga besar UPR, kami sangat keberatan atas penyebarluasan kontens yang
memojokan kampus kebanggaan milik masyarakat Kalimantan Tengah. Padahal
beberapa orang yang disebutkan di dalam koalisi tersebut adalah dosen dan
mahasiswa Universitas Palangka Raya,” ucapnya.
Menurutnya, publikasi berita melalui
medsos yang tidak berimbang dan kurang akurat akan menciptakan interpretasi
yang keliru, menimbulkan preseden buruk, dan bisa mengancam batalnya sejumlah
kerjasama luar negeri yang dibangun selama ini seperti, pengiriman
mahasiswa ke luar negeri, beasiswa dosen ke Jepang, Taiwan, dan bantuan hibah
luar negeri untuk pembangunan gedung perkuliahan yang megah dan gedung pusat
penelitian gambut tahun 2020.
Dampaknya, kata Kumpiady, juga
bisa kegiatan pada akreditasi institusi dan program studi. Demikian juga pada
upaya keras UPR saat ini untuk membenahi berbagai sarana dan prasarana
kampus untuk menuju UPR Jaya Raya.
“Padahal saat ini Rektor
Universitas Palangka Raya pak Andrie Elia saat ini tengah fokus memperbaiki
citra dan mengejar ketertinggalan UPR pada era kompetisi perguruan tinggi
yang ketat ditingkat nasional dan global. Pada kesempatan ini kami
meminta kepada pihak pihak yang menamakan diri kelompok koalisi tersebut dapat
memberi klarifikasi dan menjelaskan secara proporsional, berdasar kebenaran
data dan peristiwa yang ada, tidak melebih-lebihkan secara konfirmatif. Kita
meminta agar tayangan Konferensi Pers di youtube tanggal 19 Juli 2020 itu harus
segera dihentikan dan dicabut agar tidak menciptakan citra buruk bagi UPR dan
civitas akademika UPR dan masyarakat Kalimantan Tengah,” ujarnya.
“Pada kesempatan yang baik
ini kami mengajak seluruh unsur civitas akademika Universitas Palangka Raya
(unsur pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa,Red) untuk menjaga
dan memelihara citra Universitas Palangka Raya dan menjunjung tinggi almamater
untuk menuju UPR Jaya Raya,” pungkasnya.