Site icon Prokalteng

Kelelawar: Bermanfaat atau Merugikan?

Kelelawar pemakan serangga Megaderma spasma (Foto: Maharadatunkamsi)

Oleh: Maharadatunkamsi

KELELAWAR termasuk dalam Ordo/Bangsa Chiroptera merupakan salah satu kelas Mamalia yang memiliki sayap di kedua sisi tubuhnya, kanan dan kiri dan memiliki kemampuan terbang sempurna, dan hoovering atau terbang di tempat, bahkan mundur.

Sedangkan hewan Mamalia lainnya yang mampu bergerak melalui udara hanyalah dengan cara melayang dengan menggunakan selaput layangnya antara lain berbagai jenis Cukbo (Hylopetes spp.) dan Kubung malaya Galeopterus variegatus.

Pada umumnya kelelawar aktif pada malam hari, hanya sedikit jenis yang aktif pada siang hari seperti Kalong Enggano (Pteropus melanotus) khusus untuk populasi yang hidup di Pulau Christmas, Australia.

Kata Chiroptera berarti mempunyai sayap tangan yang berasal dari modifikasi kaki depan yang membentuk kerangka sayap.  Sayap kelelawar dibentuk oleh perpanjangan jari kedua sampai jari kelima yang ditutupi dengan selaput terbang berupa kulit tipis lentur yang dinamakan patagium. Jari pertama bebas tidak ditutupi sayap dan berukuran lebih pendek dari jari lainnya.

Patagium antara kaki depan sampai kaki belakang membentuk selaput lateral di bagian kanan dan kiri tubuh kelelawar, sedangkan antara kaki belakang kanan dan kiri dengan ekor membentuk selaput antar paha (interfemoral membran).

Secara sederhana berdasarkan makanannya kelelawar dibagi menjadi dua subordo. Subordo Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah dan nektar, sedangkan kelelawar pemakan serangga termasuk dalam Subordo Microchiroptera.

Megachiroptera mempunyai ukuran tubuh yang relatif besar dan bentuk wajah yang menyerupai rubah atau anjing antara lain berbagai jenis kalong Marga Pteropus dan codot Marga Cynopterus, namun ada juga yang mempunyai moncong panjang seperti pada Marga Eonycteris dan Macroglossus.

Matanya besar dan jari keduanya pada umumnya mempunyai cakar. Bentuk hidung dan telinganya sederhana, tidak ada lipatan kulit atau cuping hidung. Selaput antar paha tidak berkembang dengan baik, ekornya pendek, dan ada juga jenis yang tidak berekor.

Tergantung jenisnya bobot tubuh Megachiroptera berkisar antara 20 sampai 1.500 gram. Pada umumnya Megachiroptera menggunakan mata dan penciumannya yang sangat tajam untuk menentukan arah terbangnya, mengenali benda-benda di sekitarnya, dan mencari buah-buahan serta nektar sebagai makanannya; kecuali marga Rousettus yang menggunakan gelombang ultrasonik berintensitas rendah yang berasal dari getaran lidahnya untuk membantu navigasi dalam menentukan arah terbang dan mencari makanannya.

Kelelawar Megachiroptera mempunyai peran penting di alam sebagai penyerbuk berbagai jenis tanaman sekaligus pemencar biji, apalagi sebagian besar tanaman yang diserbuki mempunyai nilai ekonomi.

Beberapa contoh tanaman yang penyerbukan bunganya dibantu oleh Megachiroptera antara lain durian, pisang, duku, rambutan, dan kapuk randu. Sampai saat ini di dunia diketahui paling tidak ada 500 jenis tanaman yang bermanfaat bagi manusia di mana penyerbukan bunganya dilakukan oleh Megachiroptera.

Selain itu, Megachiroptera berperan juga sebagai pemencar biji sekitar 700 jenis tanaman di dunia sehingga memegang peranan penting dalam mempertahankan keanekaragaman jenis tanaman termasuk proses regenerasi vegetasi hutan. Sistem pencernaannya yang unik dan berlangsung dalam waktu singkat menyebabkan biji yang keluar bersama kotorannya menjadi lebih cepat berkecambah.

Di samping itu kemampuan terbangnya yang cukup jauh, dalam semalam mampu terbang sejauh 5 sampai 60 km tergantung jenisnya, menjadikan kelelawar sebagai hewan yang paling efektip dalam menyebarkan biji.

Subordo Microchiroptera merupakan kelompok kelelawar pemakan serangga, pada umumnya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dari Megachiroptera dengan bobot tubuh mulai sekitar 5 gram pada jenis berukuran kecil sampai  180 gram pada jenis yang berukuran besar.

Bentuk wajah dan telinga bervariasi, serta jari keduanya tidak mempunyai cakar.  Pada umumnya matanya kecil mereduksi dan mempunyai ekor yang terbungkus dengan selaput antar paha.

Pada beberapa jenis tertentu Microchiroptera mempunyai hidung dengan bentuk yang sangat khas. Cuping hidungnya merupakan tonjolan kulit membentuk tapal kuda atau trisula.  Secara garis besar cuping hidungnya terdiri dari tiga bagian yaitu bagian belakang (posterior), bagian tengah (intermediet), dan bagian depan (anterior).

Pada beberapa jenis Microchiroptera lainnya mempunyai bentuk cuping hidung yang lebih sederhana, berupa lipatan kulit yang kecil tunggal dan tumbuh di ujung moncongnya. Microchiroptera pada umumnya mempunyai daun telinga besar dan terdapat tragus atau antitragus.

Tragus adalah suatu bagian yang menonjol dari dalam daun telinga, berbentuk seperti batang atau tongkat seperti pada kelelawar marga Pipistrellus, Myotis dan Megaderma.

Sedangkan antitragus adalah suatu bagian yang menonjol dari luar daun telinga, bentuknya membundar atau tumpul pada marga Hipposideros dan Rhinolophus. Bentuk hidung dan telinga yang khas ini sangat membantu dalam menentukan arah terbang dan menangkap mangsanya yang berukuran kecil.

Microchiroptera menggunakan telinga dan cuping hidung untuk memandu arah terbangnya. Caranya dengan ekolokasi yaitu mengeluarkan suara dari mulut atau hidung dengan frekuensi getaran suara yang sangat tinggi (ultrasonik).

Jika gelombang suara mengenai suatu benda, maka gelombang tersebut akan dipantulkan kembali sebagai gema suara yang selanjutnya dalam hitungan sepersekian detik diterima oleh telinga kelelawar, sehingga jarak dan ukuran benda di hadapannya dapat diketahui.

Microchiroptera mampu mengeluarkan gelombang frekuensi ultrasonik yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat menentukan arah terbangnya dan dapat  mengetahui letak mangsanya.

Dengan memakan serangga, Microchiroptera membantu mengatur keseimbangan ekosistem dalam pengendalian populasi serangga termasuk serangga penyebar penyakit dan hama tanaman.

Dalam sehari seekor kelelawar mampu mengkonsumsi makanan sebanyak berat bobot badannya. Seekor kelelawar Microchiroptera dari jenis Chaerephon plicata dalam semalam mengkonsumsi serangga sebanyak 20 gr yang setara dengan 600-800 ekor ngengat yang berbobot 25-35 mg.

Peran kelelawar lainnya yang penting juga adalah kotorannya sebagai penghasil pupuk guano kaya akan nitrogen, fosfor dan potassium sehingga sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanaman.

Selain itu di beberapa wilayah tertentu daging kelelawar dikonsumsi dan menjadi budaya kuliner setempat. Pemandangan senja hari ketika koloni ribuan kelelawar Microchiroptera saat keluar dari tempat tinggalnya di dalam gua merupakan suatu pemandangan unik dan menjadi obyek wisata tersendiri.

Selain peran menguntungkan, kelelawar juga dapat menjadi sumber penularan penyakit salmonellasis, leptospirosis, histoplasmosis, penyakit nipah, rabies; bahkan sindrom pernapasan akut berat yang mengakibatkan infeksi pernapasan Covid-19.

Kelelawar juga dianggap sebagai hama yang sangat merugikan karena menyerang buah-buahan masak. Akibat dari anggapan yang merugikan ini menyebabkan kelelawar selalu diburu dan diberantas. Padahal kenyataannya kita membutuhkan kehadiran kelelawar dalam kehidupan ini.

Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya kalau jumlah kelelawar semakin menyusut bahkan punah, padahal keberadaannya sangat dibutuhkan untuk menyerbuki tanaman-tanaman yang buahnya mempunyai nilai ekonomi. Bagaimana hutan akan mempertahankan keanekaragaman jenis tanamannya jika penyebaran biji tidak dibantu oleh kelelawar.

Demikian juga ketika populasi Microchiroptera menurun, maka predator serangga juga akan berkurang untuk mengendalikan populasi serangga termasuk serangga hama yang dikenal sebagai pengendalian hayati.

Untuk itu perlu kiranya kepada masyarakat luas diberikan informasi yang cukup tentang kelelawar baik segi positif maupun negatifnya sehingga hal ini akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran kelelawar di alam.

Semoga dengan kesadaran ini akan berpengaruh positif terhadap usaha-usaha pelestarian kelelawar dengan bijaksana untuk terciptanya keseimbangan ekologis di alam, serta pemanfaatan secara lestari.

*) Maharadatunkamsi, Peneliti mamalia pada Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN

 

Exit mobile version