Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII Surakarta bergulir pada 6–13 Oktober 2024. Sebanyak 20 cabang olahraga (cabor) dipertandingkan. Idealnya, Peparnas diselenggarakan di daerah atau tempat di mana Pekan Olahraga Nasional (PON) dilaksanakan. Misalnya, saat PON XX berlangsung di Papua, Peparnas juga dilaksanakan di Papua.
Hal yang sama terjadi dalam ajang olahraga dunia, olimpiade dan paralimpiade, yang hampir diadakan di daerah atau kota yang sama. Olimpiade 2024 dan Paralimpiade 2024 sama-sama dilangsungkan di Kota Paris.
Banyak alasannya. Di antaranya, memperkuat pesan inklusivitas dan kesetaraan serta meningkatkan visibilitas dan kesadaran masyarakat akan ’’kesamaan’’ atlet olahraga. Baik penyandang disabilitas maupun nondisabilitas.
Peparnas kali ini tidak diselenggarakan di Aceh-Sumut (PON XXI), tetapi di Surakarta, daerah di mana sejarah kompetisi olahraga penyandang disabilitas tanah air ini diletakkan (1957). Juga daerah terbanyak menjadi tuan rumah Peparnas. Tentu, faktor kesiapan menjadi salah satu pertimbangannya.
Kembali hadirnya pekan olahraga penyandang disabilitas di Kota The Spirit of Java –yang secara kesiapan dan infrastruktur lebih mapan– itu membawa harapan baru bagi pelaku, pemerhati, serta masyarakat olahraga. Perhelatan tersebut sekaligus menjadi momentum peningkatan kualitas kompetisi dengan belajar dari PON XXI yang meninggalkan berbagai nota perbaikan.
Komitmen perbaikan itu bukan hanya tugas pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab bersama seluruh pihak yang terlibat. Pekan olahraga penyandang disabilitas harus menjadi ajang pengejawantahan hak-hak penyandang disabilitas di semua aspek, terutama olahraga. Hak tersebut tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Mandat
Pasal 5 menyebutkan, ada 22 aspek hak penyandang disabilitas. Salah satunya adalah hak keolahragaan. Pasal 15 memerinci, hak keolahragaan tersebut meliputi, (a) melakukan kegiatan keolahragaan dan (b) mendapatkan penghargaan yang sama dalam kegiatan keolahragaan.
Berikutnya, (c) memperoleh pelayanan dalam kegiatan keolahragaan, (d) memperoleh sarana dan prasarana keolahragaan yang mudah diakses, (e) serta memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga. Selanjutnya, (f) memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan, dan pengembangan dalam keolahragaan; (g) menjadi pelaku keolahragaan; (h) mengembangkan industri keolahragaan; serta (i) meningkatkan prestasi dan mengikuti kejuaraan di semua tingkat.
Di antara sembilan aspek tersebut, setidaknya tiga poin (b, c, dan d) harus benar-benar dihadirkan untuk menyukseskan Peparnas. Selain menjadi pelaku olahraga, penyandang disabilitas harus diapresiasi setinggi-tingginya seperti atlet berprestasi lainnya. Apresiasi tidak semata tentang reward, tetapi juga penyambutan serta pengakuan.
Pun, aspek pelayanan harus lebih berkualitas. Kita tidak ingin lagi mendengar ada atlet atau ofisial Peparnas yang kesulitan akses ke lokasi kompetisi. Ditambah telatnya konsumsi dan akomodasi, kurangnya asupan gizi. Peparnas kali ini harus lebih sukses daripada Peparnas maupun PON sebelumnya.
Kesuksesan Setidaknya, ada lima kesuksesan yang harus diwujudkan. Pertama, sukses penyelenggaraan. Artinya, penyelenggaraan berjalan lancar dan meninggalkan kesan baik bagi semua.
Kedua, sukses prestasi. Para atlet dari berbagai daerah bisa bertanding dengan maksimal, aman, dan nyaman. Juga, mencapai hasil terbaik berdasar kemampuan masing-masing. Hal itu menuntut persiapan semua sumber daya di berbagai lini.
Ketiga, sukses partisipasi. Diharapkan ada peningkatan, baik dari aspek keterlibatan atlet maupun masyarakat. Strateginya, diperlukan upaya untuk meningkatkan eksposur kompetisi melalui promosi dan branding yang masif.
Keempat, perhelatan harus berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat setempat, bagian penting dari misi industri olahraga. Untuk itu, diperlukan ruang yang nyaman bagi keterlibatan masyarakat, terutama pelaku UMKM.
Kelima, sukses kolaborasi. Artinya, pekan olahraga ini menjadi ajang yang menyatukan, memperkuat persaudaraan, saling mendukung dan menguatkan, serta membangkitkan kesadaran akan kesetaraan dalam memajukan olahraga tanah air.
Sesuai dengan visi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), semua bertanggung jawab untuk memastikan Peparnas bisa meningkatkan kesadaran dan inklusivitas dalam berbagai aspek; meningkatkan budaya olahraga; meningkatkan kapasitas, sinergitas, dan produktivitas olahraga prestasi nasional; serta memajukan perekonomian nasional. (*)
*) DWI CAHYO KARTIKO, Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Unesa