Site icon Prokalteng

7 Tindakan Guru Era 80-an dan 90-an yang Dulu Dianggap Wajar, Kini Diharap Tidak Terulang Lagi

Ilustrasi guru yang sedang mengajar. (Pexels)

PROKALTENG.CO – Guru dan siswa memiliki dinamika yang terus berubah seiring waktu. Pada era 80-an dan 90-an, interaksi mereka mencerminkan norma sosial yang berbeda dibandingkan saat ini.

Dinamika pendidikan masa lalu mencakup pola pengajaran, hukuman, hingga kebiasaan unik di sekolah. Banyak praktik yang dianggap biasa saat itu kini tidak diterima lagi. Pemahaman tentang perubahan pendidikan membantu melihat bagaimana evolusi sistem sekolah mencerminkan perubahan budaya dan nilai masyarakat.

Berikut tujuh tindakan guru era 80-an dan 90-an yang tidak terulang di sekolah masa kini, salah satunya merokok depan siswa. Dulu dianggap wajar sebagaimana dilansir dari laman Upworthy oleh JawaPos.com, Minggu (24/11):

  1. Hubungan Guru dan Orang Tua

Pada era 80-an dan 90-an, guru memiliki otoritas tinggi di mata orang tua. Mereka dianggap selalu benar dalam mendidik siswa, bahkan dalam situasi yang penuh konflik. Dukungan dari orang tua sering kali menguatkan keputusan guru di sekolah. Kini, dinamika ini berubah karena orang tua lebih cenderung membela anak dalam berbagai perselisihan.

Hal ini mempengaruhi cara guru menyampaikan disiplin, yang kini harus lebih berhati-hati dan diplomatis. Perubahan ini menunjukkan peningkatan perhatian terhadap hak anak di lingkungan pendidikan.

  1. Hukuman Fisik di Sekolah

Hukuman fisik sering digunakan untuk mendisiplinkan siswa di masa lalu. Guru merasa hukuman ini efektif untuk menanamkan disiplin dan rasa hormat pada aturan sekolah. Saat ini, pendekatan semacam itu telah digantikan dengan metode yang lebih berfokus pada perkembangan mental. Hukuman fisik dilarang keras karena berpotensi merugikan kesehatan siswa dalam jangka panjang.

Evolusi ini mencerminkan meningkatnya perhatian terhadap hak anak dan pengaruh negatif kekerasan. Keputusan ini juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya metode pendidikan berbasis empati.

  1. Kebiasaan Guru yang Tidak Lazim

Guru yang merokok di sekitar siswa dianggap wajar pada masa itu. Kebiasaan ini bahkan sering dilakukan di dalam kelas atau ruangan khusus saat siswa sedang istirahat.

Kini, tindakan seperti itu dilarang untuk menjaga lingkungan sekolah yang sehat dan profesional. Larangan ini tidak hanya melindungi siswa dari paparan zat berbahaya, tetapi juga menciptakan standar etika yang lebih baik.

Kebijakan ini mencerminkan perubahan nilai yang lebih mengutamakan kesehatan dan keamanan siswa. Sekolah sekarang menjadi tempat yang jauh lebih ramah bagi semua pihak.

  1. Aktivitas Ekstrakurikuler yang Tidak Biasa

Beberapa sekolah mengadakan aktivitas unik, seperti menginap di perpustakaan atau bermain olahraga dengan aturan yang tidak biasa. Kegiatan semacam ini menjadi kenangan indah bagi banyak siswa, meskipun kadang minim pengawasan. Kini, aktivitas seperti ini harus memenuhi standar keamanan dan regulasi yang lebih ketat. Tujuannya adalah memastikan keselamatan siswa tanpa mengurangi nilai pembelajaran yang dihasilkan.

Perubahan ini juga memperlihatkan semakin pentingnya tanggung jawab institusi terhadap pengalaman siswa. Meski demikian, kreativitas kegiatan semacam ini masih dihargai jika dilakukan dengan aturan yang tepat.

  1. Pendekatan Personal Guru

Guru di masa lalu sering menawarkan pengalaman belajar personal, seperti mengantar siswa pulang atau mengadakan acara di rumahnya. Hal ini menunjukkan hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan antara guru dan siswa.

Namun, saat ini, tindakan semacam itu dianggap melampaui batas profesional. Regulasi modern mencegah situasi yang berpotensi menimbulkan risiko atau kesalahpahaman.

Hubungan guru dan siswa kini lebih berfokus pada pendekatan profesional di lingkungan sekolah. Perubahan ini diharapkan melindungi kedua belah pihak dari masalah yang tidak diinginkan.

  1. Guru Memaki dan Lempar Penghapus

Pada masa lalu, beberapa guru merasa bahwa cara kasar seperti memaki atau bahkan melempar penghapus papan tulis adalah cara yang sah untuk mengatasi kebisingan di kelas. Guru bahasa Inggris di sekolah menengah, misalnya, sering memarahi siswa dengan kata-kata kasar atau melemparkan penghapus kepada mereka yang membuat kegaduhan.

Praktik semacam ini tentu tidak lagi diterima sekarang, karena dianggap tidak hanya merugikan secara emosional, tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak aman. Saat ini, sekolah lebih mengutamakan pendekatan yang mendidik dan berbasis penghormatan terhadap siswa.

Guru sekarang dilatih untuk mengelola kelas dengan teknik yang lebih positif dan konstruktif. Proses ini mencerminkan perubahan dalam cara mendidik yang lebih menghargai kesejahteraan emosional siswa.

  1. Guru yang Memberi Es Krim

Pada masa lalu, beberapa guru menunjukkan perhatian khusus terhadap siswa dengan cara memberi hadiah sederhana, seperti membelikan es krim untuk seluruh kelas pada hari yang panas. Hal ini dilakukan tanpa banyak aturan, hanya sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian terhadap siswa.

Tindakan seperti ini sekarang sangat jarang karena sekolah lebih fokus pada pengelolaan anggaran dan kegiatan yang lebih formal. Meskipun begitu, kenangan tentang guru yang peduli dan memberikan kebahagiaan sederhana tetap menjadi momen indah bagi banyak siswa.

Perubahan ini menunjukkan bagaimana pendidikan kini lebih terstruktur dan terkendali, tetapi juga berusaha untuk tetap menjaga hubungan yang baik dengan siswa. Perubahan dalam dunia pendidikan mencerminkan perkembangan nilai sosial yang mengutamakan kesehatan siswa. Kenangan masa lalu tetap menjadi pelajaran berharga dalam memahami perjalanan sistem pendidikan. (pri/jawapos.com)

Exit mobile version