PROKALTENG.CO – Masa kecil membentuk kepribadian seseorang di masa depan. Namun, tidak semua orang memiliki pengalaman bahagia di masa kanak-kanak. Sebagian individu membawa luka batin yang tak terlihat, tetapi berdampak besar dalam kehidupan dewasa. Luka ini dapat memengaruhi cara berpikir, bersikap, hingga menjalin hubungan dengan orang lain.
Menurut psikologi, terdapat tanda-tanda yang menunjukkan seseorang masih menyimpan luka batin dari masa kecilnya. Dilansir dari geediting.com pada Kamis (6/3), berikut tujuh tanda luka batin yang belum terobati menurut para ahli psikologi.
1. Ketakutan Mendalam terhadap Penolakan
Rasa cemas berlebihan saat menghadapi penolakan bisa menjadi indikasi luka psikologis yang belum terselesaikan. Ketakutan ini tidak sekadar ketidaksukaan terhadap penolakan, tetapi lebih kepada kecemasan yang muncul dalam berbagai situasi, seperti hubungan sosial, asmara, atau lingkungan kerja.
Menurut Psychology Today, pengalaman tidak divalidasi atau diterima saat kecil dapat membentuk pola ketidakamanan hingga dewasa. Seseorang yang merasa diabaikan di masa lalu mungkin terus-menerus meragukan setiap interaksi, mencari tanda-tanda penolakan sebelum itu benar-benar terjadi.
2. Kesulitan Mempertahankan Batasan Sehat
Sulit mengatakan “tidak” atau merasa bersalah saat menetapkan batasan dapat menjadi tanda luka batin. Jika kebutuhan emosional anak tersisihkan demi orang lain, ia bisa tumbuh menjadi individu yang cenderung memprioritaskan kepentingan eksternal.
Kondisi ini sering berujung pada perilaku menyenangkan orang lain secara berlebihan, menghindari konflik, atau ketakutan akan mengecewakan orang lain. Menurut penelitian dari Evolution Psychotherapy, belajar menetapkan batasan di kemudian hari dapat mengurangi stres kronis serta kebencian terhadap diri sendiri.
3. Rendah Diri yang Berkelanjutan
Luka psikologis sering kali muncul dalam bentuk kritik internal yang keras. Suara ini terus membisikkan bahwa kontribusi seseorang tidak berharga atau merasa selalu memiliki kekurangan.
Menurut Brené Brown, perasaan malu berkembang dalam kerahasiaan. Jika sejak kecil seseorang sering dikritik, diabaikan, atau merasa tidak cukup baik, maka hal tersebut dapat berakar dalam pola pikirnya hingga dewasa. Mengenali pola ini adalah langkah awal untuk membebaskan diri dari perasaan rendah diri yang tak berdasar.
4. Ledakan Emosi yang Tidak Proporsional
Pernahkah merasakan kemarahan atau kesedihan yang berlebihan atas hal kecil? Reaksi emosional seperti ini sering kali berkaitan dengan luka masa kecil yang belum terselesaikan.
Dr. Gabor Maté menekankan bahwa pemicu emosional bisa lebih intens ketika seseorang memiliki luka psikologis yang masih terbuka. Suara keras atau kritik yang diterima di masa kini bisa membangkitkan kenangan lama tentang rasa tidak dihargai. Memahami sumber reaksi emosional ini dapat membantu mengelola emosi dengan lebih baik.
5. Kesulitan Mempercayai Orang Lain (dan Diri Sendiri)
Kurangnya kepercayaan pada orang lain, meskipun tidak ada alasan nyata, sering kali berasal dari pengalaman traumatis di masa kecil. Seseorang mungkin sulit menerima pujian atau selalu bersiap menghadapi pengkhianatan dalam hubungan.
Menurut penelitian dari Mindfulworld.org, praktik mindfulness dapat membantu mengidentifikasi pola ketidakpercayaan ini. Kesadaran diri menjadi langkah penting untuk membedakan apakah ketakutan tersebut berakar dari pengalaman masa lalu atau refleksi dari situasi saat ini.
6. Penghindaran terhadap Kerentanan Emosional
Menutup diri secara emosional bisa menjadi tanda luka batin yang belum sembuh. Seseorang mungkin menghindari percakapan bermakna, mengabaikan perasaannya sendiri, atau menyibukkan diri dengan pekerjaan untuk menghindari refleksi diri.
Para psikoanalisis mencatat bahwa pola penghindaran ini berkembang ketika anak-anak merasa lebih aman menyembunyikan emosi daripada berisiko terluka. Menyadari pola ini dapat membantu seseorang membuka diri secara emosional dan membangun hubungan yang lebih sehat.
7. Konflik Batin tentang Harga Diri dan Rasa Memiliki
Merasa tidak cocok atau tidak memiliki tempat dalam lingkungan sosial bisa menjadi tanda luka psikologis. Perasaan ini sering kali berakar pada pengalaman masa kecil di mana seseorang merasa pikirannya tidak valid atau tidak diterima.
American Psychological Association (APA) menyebutkan bahwa anak-anak yang mengalami invalidasi kronis cenderung tumbuh menjadi individu yang selalu mempertanyakan apakah mereka benar-benar diterima. Proses penyembuhan melibatkan penerimaan diri dan menghargai perspektif unik yang dimiliki.
Mengatasi Luka Batin Masa Kecil
Menyadari adanya luka batin adalah langkah pertama menuju penyembuhan. Berbicara dengan profesional, melakukan refleksi diri, serta membangun hubungan yang sehat dapat membantu individu melepaskan beban emosional yang telah lama terpendam. Dengan kesadaran dan usaha, luka batin masa kecil bisa diatasi, memungkinkan seseorang untuk hidup dengan lebih tenang dan bahagia. (pri/jawapos.com)