BERAS, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras merupakan
barang-barang dapur yang setia menemani keluarga Indonesia. Pertanyaannya
adalah apa hubungan antara harga barang tersebut dengan rantai distribusi? Pada
prinsipnya, semakin panjang rantai komoditas maka semakin mahal pula harga yang
harus dibayarkan oleh konsumen akhir.
Survei Pola Distribusi Tahun 2020
oleh Badan Pusat Statistik memilih komoditas tersebut karena menjadi komoditas yang
paling banyak dikonsumsi masyarakat. Selain itu, juga dianggap strategis karena
memiliki peran besar dalam pembentukan inflasi, serta kontribusinya yang cukup
besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
Seringkali kita bertanya tanya, berapa
besar kenaikan harga cabai merah yang dibeli ke pedagang dibandingkan jika membeli
langsung dari petani?
Margin Perdagangan dan Pengangkutan
(MPP) menjadi jawabannya. MPP adalah selisih atau margin total penjualan dengan
total nilai pembelian sebagai kompensasi kepada pedagang yang menjadi penyalur
komoditas.
Sederhananya, MPP mengambarkan
selisih nilai penjualan dengan nilai pembelian yang mengikutsertakan biaya
pengangkutan. Dari 343 kabupaten/kota se Indonesia yang menjadi cakupan survei
tersebut, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito
Utara, dan Palangka Raya menjadi kabupaten/kota sampel untuk wilayah Kalimantan
Tengah.
Hasil Survei Pola Distribusi
Tahun 2020 menunjukkan rantai distribusi beras Provinsi Kalimantan Tengah dimulai
dari produsen yang menuju ke pedagang grosir, kemudian ke pedagang eceran dan baru
sampai kepada konsumen akhir. MPP beras tahun 2019 terendah dibanding tiga
komoditas lain, yaitu sebesar 14,21 persen, atau dapat dikatakan kenaikan harga
beras dari produsen (penggilingan) sampai ke konsumen akhir sebesar 14,21
persen. Angka ini turun dibandingkan tahun 2018 (15,81 persen).
Sedangkan untuk cabai merah, MPP Kalimantan
Tengah tertinggi se Indonesia (pada tahun 2019) sebesar 98,69 persen atau naik dari
tahun sebelumnya yang hanya 75,46 persen. Artinya, terjadi kenaikan harga cabai
merah dari tingkat petani sampai konsumen akhir sebesar 98,69 persen. Sedangkan
angka MPP nasional menyentuh 61,31 persen.
Untuk Kalimantan Tengah, kondisi
ini terjadi karena munculnya pedagang pengepul pada pola distribusi yang
menyebabkan cabai merah mempunyai 4 rantai distribusi. Pola utama distribusi
dimulai dari produsen, pedagang pengepul, pedagang grosir, pedagang eceran, dan
berakhir pada konsumen akhir.
Untuk komoditas bawang merah, alur
yang dilewati adalah dari luar provinsi yang kemudian disalurkan ke pedagang
grosir, pedagang eceran, baru ke konsumen akhir. Perubahan pola tahun 2019 terdapat
pada pembelian luar provinsi yang melalui pedagang grosir terlebih dahulu untuk
bisa sampai ke pedagang eceran. Sedangkan pada tahun sebelumnya, posisi
penghubung ini dilakukan oleh agen. Yang menjadi perhatian adalah MPP bawang
merah (57,47 persen) juga berada di atas MPP nasional (38,01 persen).
Sedangkan daging ayam ras disalurkan
dari produsen kepada pedagang eceran dan terakhir ke konsumen akhir. MPP daging
ayam ras untuk Kalimantan Tengah sebesar 21,27 persen lebih rendah dibanding MPP
nasional yang sebesar 25, 33 persen.
Melihat data tersebut, perlu bagi
pemerintah setempat untuk memperhatikan adanya perubahan yang terjadi, terutama
pada komoditas cabai merah. Hal ini dikarenakan pola distribusi tahun 2019
menjadi semakin panjang dibanding tahun sebelumnya dan kenaikan harga yang
ditimbulkan karena panjangnya rantai tersebut berada 31,38 poin di atas angka
nasional. Begitu juga untuk bawang merah yang berada 19,46 poin di atas angka
nasional.(*)
(AGUSTINA ELISA DYAH PURWANDARI, SST.
Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik Kotawaringin Barat)