Site icon Prokalteng

Penyakit Dinga-Dinga Merebak di Uganda: Tubuh Gemetar Tak Terkendali, 600 Kasus Masih Misterius

Penyakit Dinga-Dinga yang pertama kali terdeteksi pada awal 2023 dan masih dalam penyelidikan. Sampel telah dikirim ke Kementerian Kesehatan Uganda untuk analisis lebih lanjut. (Reuters)

PROKALTENG.CO- Penyakit misterius yang dikenal sebagai Dinga-Dinga tengah merebak di Uganda, menyebabkan ratusan orang, terutama perempuan dan anak-anak, mengalami gemetar hebat yang tidak terkendali.

Dinga-Dinga, yang dalam bahasa lokal berarti “bergetar seperti menari”, telah menyebar dengan cepat di Distrik Bundibugyo, memicu kekhawatiran masyarakat dan mendorong otoritas kesehatan untuk mencari tahu penyebabnya.

Dilansir dari First Post pada Sabtu (21/12/2024), penyakit ini pertama kali muncul pada awal 2023 dan hingga kini telah tercatat sekitar 600 kasus. Meski belum ada laporan kematian, gejala yang dialami pasien cukup mengganggu dan berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari mereka.

Katusiime, seorang pasien berusia 18 tahun, membagikan pengalamannya saat berjuang melawan penyakit ini. “Saya merasa sangat lemah dan tubuh saya bergetar tidak terkendali saat mencoba berjalan,” kata Katusiime kepada salah satu media lokal di Uganda.

“Penyakit ini sangat mengganggu. Saya akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Bundibugyo untuk perawatan dan bersyukur sekarang saya sudah pulih,” imbuhnya.

Gejala Dinga-Dinga dan Efeknya

Penyakit ini ditandai dengan tubuh yang bergetar hebat, seolah-olah penderitanya sedang menari tanpa henti. Selain gemetar tak terkendali, pasien juga mengalami demam tinggi, rasa lemas yang ekstrem, dan dalam beberapa kasus, kelumpuhan sementara yang membuat mereka kesulitan bergerak atau berjalan. Gemetar yang terjadi bahkan membuat aktivitas sehari-hari menjadi tantangan besar.

Sejauh ini, para ahli kesehatan belum dapat memastikan penyebab Dinga-Dinga. Sampel dari pasien telah dikirim ke Kementerian Kesehatan Uganda untuk dianalisis lebih lanjut. Meski begitu, pengobatan awal telah dilakukan, dan sebagian besar pasien berhasil pulih dalam waktu satu minggu.

Dr. Kiyita Christopher, petugas kesehatan distrik Bundibugyo, menjelaskan bahwa perawatan utama yang digunakan adalah antibiotik yang diberikan oleh tim kesehatan komunitas.

“Kami menggunakan antibiotik, dan pasien biasanya sembuh dalam beberapa hari,” kata Dr. Christopher. Ia juga menambahkan bahwa pengobatan tradisional tidak direkomendasikan. “Kami tidak merekomendasikan pengobatan herbal karena belum ada bukti ilmiah yang mendukung efektivitasnya,” tegasnya.

Upaya Penanganan dan Kekhawatiran Lebih Lanjut

Meski Dinga-Dinga belum menyebabkan kematian, penyebarannya yang cepat menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan tenaga medis. Upaya pencegahan dan pengobatan terus dilakukan, sementara penyelidikan lebih dalam mengenai penyakit ini juga masih berlangsung.

Dalam beberapa bulan terakhir, Uganda juga menghadapi ancaman penyakit lain seperti mpox (cacar monyet) yang menyebabkan wabah di wilayah Afrika Timur. WHO sebelumnya menetapkan varian clade 1b dari mpox sebagai darurat kesehatan global. Wabah ini telah menyebar ke berbagai negara di Eropa dan Asia, menunjukkan betapa rentannya wilayah ini terhadap penyakit menular baru.

Sementara Uganda berjuang melawan Dinga-Dinga, negara tetangganya, Republik Demokratik Kongo (DRC), juga sedang menghadapi penyakit misterius lain yang dikenal sebagai ‘Disease X’. Penyakit ini telah menyebabkan 79 kematian dari 406 kasus yang dilaporkan di Provinsi Kwango.

Meski hingga saat ini risiko global masih dinilai rendah, WHO memperingatkan bahwa penyebaran lintas batas tetap menjadi ancaman. Dengan demikian, kolaborasi regional dan global menjadi sangat penting dalam mencegah meluasnya wabah ini ke negara-negara lain.(jpc)

 

Exit mobile version