28.8 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Menyoal Tanggung Jawab Jamsostek

Oleh: Muhammad Zuhri Bahri *)

 

LAPORAN World Population Review mencatat, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,5 juta orang hingga 1 November 2022. Jumlah ini menempatkan Indonesia berada di peringkat keempat penduduk terbanyak di antara negara G20. Tiongkok menempati posisi teratas dengan jumlah penduduknya yang mencapai 1,42 miliar orang.

Banyaknya penduduk ini merupakan modal bagi Indonesia untuk menjadi negara maju pada 2035 apabila di dalamnya terdapat tenaga kerja yang produktif. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terdapat 143,72 juta jiwa angkatan kerja pada Agustus 2022, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 68,63 persen dari jumlah penduduk usia kerja.

Mayoritas Tenaga Kerja RI dari Sektor Informal pada Agustus 2022. Jumlah pekerja informal di Indonesia sebanyak 80,24 juta orang atau setara 59,31 persen pada Agustus 2022. Sementara, pekerja formal sebanyak 55,06 juta orang atau 40,69 persen.

Dengan produktifnya tenaga kerja yang ada maka daya saing akan meningkat yang diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan. Untuk bisa meningkatkan kesejahteraan pekerja, ada instrumen yang harus kita tempatkan menjadi salah satu instrumen kesejahteraan yaitu perlindungan sosial terhadap tenaga kerja kita.

Walaupun Indonesia belum mendeklarasikan sebagai negara kesejahteraan (welfare state) akan tetapi semangat dalam UUD 45 sejatinya sudah mengarah kepada welfare state, sehingga negara mempunyai tanggung jawab untuk dapat memastikan setiap warganya terlindungi melalui jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek).

Data BPJAMSOSTEK hingga Mei 2023 mencatat sebanyak 35.864.017 tenaga kerja terlindungi. Itu artinya masa sekitar 70 persen pekerja baik formal maupun informal yang masih harus mendapatkan perhatian.

Begitu besarnya tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja maka negara punya tanggung jawab baik melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS); dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial memberikan mandat secara tegas kepada BPJAMSOSTEK untuk melaksanakan jaminan sosial khususnya jamsostek demi mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan daya saing dan prduktivitas pekerja.

 

Sebagai badan hukum publik yang diberi kepercayaan untuk mengelola jamsostek, BPJAMSOSTEK memiliki tanggung jawab besar pertama adalah kepada negara sebagai pemberi mandat. Kedua kepada rakyat Indonesia khususnya pekerja yang mempercayakan iurannya untuk dikelola dan bisa memberikan manfaat seoptimal mungkin bagi peserta atau pekerja.

Pilar Penting Pertanggungjawaban

Secara garis besar tanggung jawab ini diletakkan pada tiga kerangka dasar yaitu pertama memastikan bahwa BPJAMSOSTEK harus mampu memberikan kepastian (assurance) akan manfaat perlindungan yang diterima oleh peserta pada saat pekerja melakukan aktivitas maupun pascapekerja tidak lagi berproduktif beserta dengan keluarganya.

Baca Juga :  Kolaborasi Apik BPJS Kesehatan, Wujudkan Transformasi Mutu Layanan JKN

Kedua, perluasan kepesertaan, walaupun kita bukan negara kesejahteraan, akan tetapi ekspektasi yang bisa diharapkan dari jamsostek itu adalah bahwa setiap pekerja baik itu formal/informal adalah peserta BPJAMSOSTEK yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan sosial. Hal ini dilaksanakan oleh BPJAMSOSTEK yang menetapkan target kepesertaan sebanyak 70 juta peserta pada tahun 2026.

Capaian kinerja kepesertaan yang saat ini baru sekitar 30 persen dari target saat ini masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu dicarikan strategi-strategi yang lebih ampuh untuk melakukan optimalisasi perluasan kepesertaan. Dalam upaya tersebut BPJAMSOSTEK menerapkan Strategi 345 sampai level kantor cabang perintis.

Strategi tersebut adalah 3 strategi, 4 fokus, dan 5 engine dalam melaksanakan upaya ekstensifikasi, intensifikasi, dan retensi peserta sebagai cara dalam menuju target kepesertaan yang telah ditetapkan yaitu 70 juta peserta pada tahun 2026.

Apakah strategi 345 ini sudah cukup? Kemudian bagaimana dengan Inpres Nomor 2 tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan. Apakah sudah cukup untuk mendorong perluasan kepesertaan?

Tentu saja hal tersebut tidak terlepas dari tata kelola dalam penyelenggaraan jamsostek sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 25 tahun 2020. Bahwa pengelolaan program maupun dana harus dilakukan secara governance untuk bisa memastikan bahwa pengelolaan program maupun dana jaminan dikelola secara governance dan comply terhadap semua bentuk peraturan, harus bisa di-adopted dan diimplementasikan secara konsekuen.

Secara garis besar dana kelolaan yang dikelola oleh BPJAMSOSTEK, terdiri atas dana badan dan dana jaminan sosial (iuran peserta) yang terpisah, yang peruntukannya juga terpisah di mana dana operasional BPJAMSOSTEK adalah menggunakan dana hasil pengelolaan badan yang awalnya berasal dari asset pengalihan PT Jamsostek kepada BPJAMSOSTEK. Sedangkan dana iuran peserta, secara utuh dikelola dan diinvestasikan untuk sebesar-besarnya dikembalikan untuk memberikan manfaat kepada peserta.

Dalam pelaksanaannya, baik program maupun pengelolaan dana tersebut diaudit setiap tahun. Dan dalam tiga tahun terakhir terkait laporan keuangan dan laporan pengelolaan program (LK-LPP) mendapatkan predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

Dalam hal ini Dewan Pengawas menyatakan apresiasi atas yang pertama adalah LK-LPP tahun 2022 telah diaudit sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia, kedua laporan LK-LPP telah diselesaikan sesuai dengan timeline dan dipublikasikan sebelum deadline yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 108 tahun 2013, yang ketiga adalah dalam tiga tahun terahir LK-LPP BPJAMSOSTEK telah mendapat tiga kali WTM (hattrick).

Baca Juga :  Tingkatkan Pengawasan Kinerja Petugas di Puskesmas dan Rumah Sakit

Tantangan ke Depan

Hal yang lebih penting adalah tidak hanya cukup untuk memastikan terkait dengan tata kelola. Terpenting adalah memastikan good governance itu menjadi budaya atau habit dari seluruh insan BPJAMSOSTEK dari pusat sampai ke daerah. Sebagaimana teori yang mendasari pelaksanaan good corporate governance (GCG), yaitu teori organisasi yang menjelaskan bagaimana sebenarnya organisasi distruktur dan bagaimana organisasi dapat dikonstruksi guna meningkatkan keefektifan organisasi (Robbins, 1994; 6).

Perkembangan selanjutnya adalah population ecology theory dan contigency yang kemudian menjadi sumber munculnya theory of fit, yaitu teori tentang keselarasan hubungan internal organisasi (Sobirin, 2007; 268). Jadi, organizational of fit theory atau teori fit menyatakan bahwa strategi organisasi harus fit dengan faktor-faktor lain agar organisasi mencapai kinerja yang baik.

Dalam LPP yang dipublikasikan pada Jumat (12/05/2023) BPJAMSOSTEK telah mendapatkan nilai 96,4 untuk GCG Index. Hal ini berarti badan ini telah menjadi lembaga unggul dengan kriteria tinggi atau sangat baik. Tentu saja, ini menjadi tugas penting untuk menjaga nilai tersebut dengan mempertahankan tata kelola yang dikelola dengan baik dan terus menjadi budaya yang terinternalisasi kepada seluruh insan BPJAMSOSTEK sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

Demikian juga dalam Laporan Keuangan (12/05/2023) tercatat BPJAMSOSTEK mengelola dana investasi sebesar Rp 627,69 triliun sepanjang tahun 2022. Ini meningkat 13,3 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebesar Rp 554 triliun.

Capaian tersebut tentu saja masih harus terus diakselerasi dan dioptimalkan mengingat target yang ditetapkan pada tahun 2026 yaitu dana kelolaan 1001 triliun dengan peserta menjapai 70 juta peserta. Capaian target tersebut juga harus didukung oleh regulasi dan peraturan yang berlaku apakah realistis juga mengenai kesiapan instrumen investasi yang bisa dilaksanakan dengan kelolaan dana yang sangat besar. Ini menjadi tanggung jawab besar yang harus menjadi perhatian BPJAMSOSTEK sendiri maupun pemerintah.

Sejalan dengan hal tersebut tagline “Kerja Keras Bebas Cemas” tidak hanya diperuntukan kepada peserta atau masyarakat secara umum, akan tetapi ini juga menjadi faktor pendorong kepada seluruh insan BPJAMSOSTEK agar lebih bekerja keras lagi terkait dengan capain target 2026.

Ke depan BPJAMSOSTEK perlu lebih kerja keras lagi, lebih produktif lagi, untuk menghilangkan kecemasan akan pencapaian atas target yang sudah dicanangkan. Bagaimana direksi dan jajaran manajemen terus berupaya meningkatkan kinerjanya untuk mewujudkan kesejahteraan semua pekerja yang mendapatkan perlindungan jamsostek.(*)

 

*) Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

 

 

Oleh: Muhammad Zuhri Bahri *)

 

LAPORAN World Population Review mencatat, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,5 juta orang hingga 1 November 2022. Jumlah ini menempatkan Indonesia berada di peringkat keempat penduduk terbanyak di antara negara G20. Tiongkok menempati posisi teratas dengan jumlah penduduknya yang mencapai 1,42 miliar orang.

Banyaknya penduduk ini merupakan modal bagi Indonesia untuk menjadi negara maju pada 2035 apabila di dalamnya terdapat tenaga kerja yang produktif. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terdapat 143,72 juta jiwa angkatan kerja pada Agustus 2022, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 68,63 persen dari jumlah penduduk usia kerja.

Mayoritas Tenaga Kerja RI dari Sektor Informal pada Agustus 2022. Jumlah pekerja informal di Indonesia sebanyak 80,24 juta orang atau setara 59,31 persen pada Agustus 2022. Sementara, pekerja formal sebanyak 55,06 juta orang atau 40,69 persen.

Dengan produktifnya tenaga kerja yang ada maka daya saing akan meningkat yang diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan. Untuk bisa meningkatkan kesejahteraan pekerja, ada instrumen yang harus kita tempatkan menjadi salah satu instrumen kesejahteraan yaitu perlindungan sosial terhadap tenaga kerja kita.

Walaupun Indonesia belum mendeklarasikan sebagai negara kesejahteraan (welfare state) akan tetapi semangat dalam UUD 45 sejatinya sudah mengarah kepada welfare state, sehingga negara mempunyai tanggung jawab untuk dapat memastikan setiap warganya terlindungi melalui jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek).

Data BPJAMSOSTEK hingga Mei 2023 mencatat sebanyak 35.864.017 tenaga kerja terlindungi. Itu artinya masa sekitar 70 persen pekerja baik formal maupun informal yang masih harus mendapatkan perhatian.

Begitu besarnya tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja maka negara punya tanggung jawab baik melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS); dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial memberikan mandat secara tegas kepada BPJAMSOSTEK untuk melaksanakan jaminan sosial khususnya jamsostek demi mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan daya saing dan prduktivitas pekerja.

 

Sebagai badan hukum publik yang diberi kepercayaan untuk mengelola jamsostek, BPJAMSOSTEK memiliki tanggung jawab besar pertama adalah kepada negara sebagai pemberi mandat. Kedua kepada rakyat Indonesia khususnya pekerja yang mempercayakan iurannya untuk dikelola dan bisa memberikan manfaat seoptimal mungkin bagi peserta atau pekerja.

Pilar Penting Pertanggungjawaban

Secara garis besar tanggung jawab ini diletakkan pada tiga kerangka dasar yaitu pertama memastikan bahwa BPJAMSOSTEK harus mampu memberikan kepastian (assurance) akan manfaat perlindungan yang diterima oleh peserta pada saat pekerja melakukan aktivitas maupun pascapekerja tidak lagi berproduktif beserta dengan keluarganya.

Baca Juga :  Kolaborasi Apik BPJS Kesehatan, Wujudkan Transformasi Mutu Layanan JKN

Kedua, perluasan kepesertaan, walaupun kita bukan negara kesejahteraan, akan tetapi ekspektasi yang bisa diharapkan dari jamsostek itu adalah bahwa setiap pekerja baik itu formal/informal adalah peserta BPJAMSOSTEK yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan sosial. Hal ini dilaksanakan oleh BPJAMSOSTEK yang menetapkan target kepesertaan sebanyak 70 juta peserta pada tahun 2026.

Capaian kinerja kepesertaan yang saat ini baru sekitar 30 persen dari target saat ini masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu dicarikan strategi-strategi yang lebih ampuh untuk melakukan optimalisasi perluasan kepesertaan. Dalam upaya tersebut BPJAMSOSTEK menerapkan Strategi 345 sampai level kantor cabang perintis.

Strategi tersebut adalah 3 strategi, 4 fokus, dan 5 engine dalam melaksanakan upaya ekstensifikasi, intensifikasi, dan retensi peserta sebagai cara dalam menuju target kepesertaan yang telah ditetapkan yaitu 70 juta peserta pada tahun 2026.

Apakah strategi 345 ini sudah cukup? Kemudian bagaimana dengan Inpres Nomor 2 tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan. Apakah sudah cukup untuk mendorong perluasan kepesertaan?

Tentu saja hal tersebut tidak terlepas dari tata kelola dalam penyelenggaraan jamsostek sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 25 tahun 2020. Bahwa pengelolaan program maupun dana harus dilakukan secara governance untuk bisa memastikan bahwa pengelolaan program maupun dana jaminan dikelola secara governance dan comply terhadap semua bentuk peraturan, harus bisa di-adopted dan diimplementasikan secara konsekuen.

Secara garis besar dana kelolaan yang dikelola oleh BPJAMSOSTEK, terdiri atas dana badan dan dana jaminan sosial (iuran peserta) yang terpisah, yang peruntukannya juga terpisah di mana dana operasional BPJAMSOSTEK adalah menggunakan dana hasil pengelolaan badan yang awalnya berasal dari asset pengalihan PT Jamsostek kepada BPJAMSOSTEK. Sedangkan dana iuran peserta, secara utuh dikelola dan diinvestasikan untuk sebesar-besarnya dikembalikan untuk memberikan manfaat kepada peserta.

Dalam pelaksanaannya, baik program maupun pengelolaan dana tersebut diaudit setiap tahun. Dan dalam tiga tahun terakhir terkait laporan keuangan dan laporan pengelolaan program (LK-LPP) mendapatkan predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

Dalam hal ini Dewan Pengawas menyatakan apresiasi atas yang pertama adalah LK-LPP tahun 2022 telah diaudit sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia, kedua laporan LK-LPP telah diselesaikan sesuai dengan timeline dan dipublikasikan sebelum deadline yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 108 tahun 2013, yang ketiga adalah dalam tiga tahun terahir LK-LPP BPJAMSOSTEK telah mendapat tiga kali WTM (hattrick).

Baca Juga :  Tingkatkan Pengawasan Kinerja Petugas di Puskesmas dan Rumah Sakit

Tantangan ke Depan

Hal yang lebih penting adalah tidak hanya cukup untuk memastikan terkait dengan tata kelola. Terpenting adalah memastikan good governance itu menjadi budaya atau habit dari seluruh insan BPJAMSOSTEK dari pusat sampai ke daerah. Sebagaimana teori yang mendasari pelaksanaan good corporate governance (GCG), yaitu teori organisasi yang menjelaskan bagaimana sebenarnya organisasi distruktur dan bagaimana organisasi dapat dikonstruksi guna meningkatkan keefektifan organisasi (Robbins, 1994; 6).

Perkembangan selanjutnya adalah population ecology theory dan contigency yang kemudian menjadi sumber munculnya theory of fit, yaitu teori tentang keselarasan hubungan internal organisasi (Sobirin, 2007; 268). Jadi, organizational of fit theory atau teori fit menyatakan bahwa strategi organisasi harus fit dengan faktor-faktor lain agar organisasi mencapai kinerja yang baik.

Dalam LPP yang dipublikasikan pada Jumat (12/05/2023) BPJAMSOSTEK telah mendapatkan nilai 96,4 untuk GCG Index. Hal ini berarti badan ini telah menjadi lembaga unggul dengan kriteria tinggi atau sangat baik. Tentu saja, ini menjadi tugas penting untuk menjaga nilai tersebut dengan mempertahankan tata kelola yang dikelola dengan baik dan terus menjadi budaya yang terinternalisasi kepada seluruh insan BPJAMSOSTEK sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

Demikian juga dalam Laporan Keuangan (12/05/2023) tercatat BPJAMSOSTEK mengelola dana investasi sebesar Rp 627,69 triliun sepanjang tahun 2022. Ini meningkat 13,3 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebesar Rp 554 triliun.

Capaian tersebut tentu saja masih harus terus diakselerasi dan dioptimalkan mengingat target yang ditetapkan pada tahun 2026 yaitu dana kelolaan 1001 triliun dengan peserta menjapai 70 juta peserta. Capaian target tersebut juga harus didukung oleh regulasi dan peraturan yang berlaku apakah realistis juga mengenai kesiapan instrumen investasi yang bisa dilaksanakan dengan kelolaan dana yang sangat besar. Ini menjadi tanggung jawab besar yang harus menjadi perhatian BPJAMSOSTEK sendiri maupun pemerintah.

Sejalan dengan hal tersebut tagline “Kerja Keras Bebas Cemas” tidak hanya diperuntukan kepada peserta atau masyarakat secara umum, akan tetapi ini juga menjadi faktor pendorong kepada seluruh insan BPJAMSOSTEK agar lebih bekerja keras lagi terkait dengan capain target 2026.

Ke depan BPJAMSOSTEK perlu lebih kerja keras lagi, lebih produktif lagi, untuk menghilangkan kecemasan akan pencapaian atas target yang sudah dicanangkan. Bagaimana direksi dan jajaran manajemen terus berupaya meningkatkan kinerjanya untuk mewujudkan kesejahteraan semua pekerja yang mendapatkan perlindungan jamsostek.(*)

 

*) Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru