25.8 C
Jakarta
Thursday, March 28, 2024

Perkuat Skenario Belanja Tidak Tetap Pemda

KEMENTERIAN Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (pemda) mengurangi anggaran perjalanan dinas (perdin) dan menambah alokasi belanja tidak terduga (BTT). Itu sudah benar. Selama ini, secara nasional berdasar realisasi yang tercatat dalam APBN, penyerapan anggaran yang paling rendah berada di dana alokasi khusus (DAK) fisik.

Dalam struktur APBN, DAK adalah salah satu jenis transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang termasuk dalam pos dana perimbangan. DAK terdiri atas DAK fisik dan DAK nonfisik. DAK fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Misalnya, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur ekonomi berkelanjutan.

Dengan prioritas tersebut, seharusnya DAK fisik dikejar. Sebab, DAK fisik itu banyak memberikan multiplier ekonomi dibanding (sumber penerimaan) yang paling. Istilahnya, belanja modalnya banyak di situ (DAK fisik).

Bicara soal kualitas belanja penanganan pandemi, realokasi dan refocusing memang sudah diamanahkan dalam Permendagri. Bagaimana pemda harus melakukan realokasi, terutama untuk memperkuat bansos di tingkat lokal, menjadi sangat penting. Itu juga diminta Kemendagri.

Baca Juga :  Sistem dan Upaya Memperkuat Ketahanan Pangan

Terlebih, pemerintah pusat sudah meminta pemda untuk melakukan realokasi belanja-belanja seperti perdin dan lainnya. Kondisi PPKM membuat perdin dan sejenisnya tidak bisa dibelanjakan. Pertemuan atau meeting di hotel tidak bisa. Perjalanan dinas menggunakan pesawat juga tidak bisa. Nah, situasi itulah yang mengharuskan adanya realokasi dan refocusing.

Pemda juga harus fokus, terutama dalam program-program yang mengantisipasi tambahan penduduk miskin baru karena Covid-19. Apalagi, mayoritas kemiskinan masih banyak di pedesaan. Terkait BTT, arahan untuk menambah alokasi juga sudah benar. BTT bersifat fleksibel. Dibutuhkan kondisi di mana harus dilakukan realokasi. Misalnya, ada kejadian tidak terduga atau bencana alam. Orang-orang tidak menyangka ada Covid-19 varian Delta dan pada akhirnya pemda tidak siap. Baik untuk menambah anggaran, insentif nakes, ketersediaan oksigen, dan lainnya. Di situlah BTT menjadi alternatif.

Baca Juga :  Kebangkitan Nasional dan Kecendekiawanan

Namun, jika alokasi BTT terlalu tinggi tanpa ada skenario bagaimana harus dibelanjakan, itu sulit. Pemda harus belajar dari situasi sampai Agustus 2021. Dari situ terlihat kebutuhannya apa saja, batas maksimumnya berapa, dan lain-lain.

Urgensi BTT dinamis. Mengandung unsur fleksibilitas untuk digunakan. Daerah-daerah yang mengandung kerawanan di saat pandemi harus siap. Kecuali jika pemda sudah siap, penambahan alokasi BTT tidak banyak. Dengan demikian, urgensi BTT disesuaikan dengan kondisi setiap daerah. Tidak ada angka pasti harus 5 atau 10 persen. Yang jelas, harus berkaca dan belajar pada kondisi buruk yang sudah-sudah.

Catatannya, dalam penambahan alokasi BTT, pemda harus punya skenario lebih dulu. Ada plan A. Kalau kondisinya tidak terjadi, harus ada plan B. Juga, harus ada skenario bagaimana melakukan percepatan belanjanya seperti apa saja. (*)

TAUHID AHMAD, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

KEMENTERIAN Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (pemda) mengurangi anggaran perjalanan dinas (perdin) dan menambah alokasi belanja tidak terduga (BTT). Itu sudah benar. Selama ini, secara nasional berdasar realisasi yang tercatat dalam APBN, penyerapan anggaran yang paling rendah berada di dana alokasi khusus (DAK) fisik.

Dalam struktur APBN, DAK adalah salah satu jenis transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang termasuk dalam pos dana perimbangan. DAK terdiri atas DAK fisik dan DAK nonfisik. DAK fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Misalnya, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur ekonomi berkelanjutan.

Dengan prioritas tersebut, seharusnya DAK fisik dikejar. Sebab, DAK fisik itu banyak memberikan multiplier ekonomi dibanding (sumber penerimaan) yang paling. Istilahnya, belanja modalnya banyak di situ (DAK fisik).

Bicara soal kualitas belanja penanganan pandemi, realokasi dan refocusing memang sudah diamanahkan dalam Permendagri. Bagaimana pemda harus melakukan realokasi, terutama untuk memperkuat bansos di tingkat lokal, menjadi sangat penting. Itu juga diminta Kemendagri.

Baca Juga :  Sistem dan Upaya Memperkuat Ketahanan Pangan

Terlebih, pemerintah pusat sudah meminta pemda untuk melakukan realokasi belanja-belanja seperti perdin dan lainnya. Kondisi PPKM membuat perdin dan sejenisnya tidak bisa dibelanjakan. Pertemuan atau meeting di hotel tidak bisa. Perjalanan dinas menggunakan pesawat juga tidak bisa. Nah, situasi itulah yang mengharuskan adanya realokasi dan refocusing.

Pemda juga harus fokus, terutama dalam program-program yang mengantisipasi tambahan penduduk miskin baru karena Covid-19. Apalagi, mayoritas kemiskinan masih banyak di pedesaan. Terkait BTT, arahan untuk menambah alokasi juga sudah benar. BTT bersifat fleksibel. Dibutuhkan kondisi di mana harus dilakukan realokasi. Misalnya, ada kejadian tidak terduga atau bencana alam. Orang-orang tidak menyangka ada Covid-19 varian Delta dan pada akhirnya pemda tidak siap. Baik untuk menambah anggaran, insentif nakes, ketersediaan oksigen, dan lainnya. Di situlah BTT menjadi alternatif.

Baca Juga :  Kebangkitan Nasional dan Kecendekiawanan

Namun, jika alokasi BTT terlalu tinggi tanpa ada skenario bagaimana harus dibelanjakan, itu sulit. Pemda harus belajar dari situasi sampai Agustus 2021. Dari situ terlihat kebutuhannya apa saja, batas maksimumnya berapa, dan lain-lain.

Urgensi BTT dinamis. Mengandung unsur fleksibilitas untuk digunakan. Daerah-daerah yang mengandung kerawanan di saat pandemi harus siap. Kecuali jika pemda sudah siap, penambahan alokasi BTT tidak banyak. Dengan demikian, urgensi BTT disesuaikan dengan kondisi setiap daerah. Tidak ada angka pasti harus 5 atau 10 persen. Yang jelas, harus berkaca dan belajar pada kondisi buruk yang sudah-sudah.

Catatannya, dalam penambahan alokasi BTT, pemda harus punya skenario lebih dulu. Ada plan A. Kalau kondisinya tidak terjadi, harus ada plan B. Juga, harus ada skenario bagaimana melakukan percepatan belanjanya seperti apa saja. (*)

TAUHID AHMAD, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

Terpopuler

Artikel Terbaru