30.1 C
Jakarta
Tuesday, April 16, 2024

Vaksin vs Mutan

KENYATAAN
bahwa sudah lebih dari 1 miliar dosis vaksin Covid-19 disuntikkan kepada
manusia di berbagai negara di seluruh dunia sungguh menggembirakan. Memang
masih ada kesenjangan yang besar antarnegara. Namun, saat ini kita sedang
menapak di jalan yang relatif tepat.

Ada
beberapa pertanyaan dan penghalang dalam kaitan dengan vaksinasi massal ini.
Salah satu di antaranya menyangkut virus mutan. Laporan tentang mutan datang
dari banyak negara dan memang sangat perlu diwaspadai atau bahkan ditakuti.

Mutasi
virus sebagaimana makhluk hidup lain akan senantiasa terjadi dan tidak mungkin
dihindari. Masih untung kemampuan mutasi virus SARS-CoV-2 relatif tidak seganas
virus influenza, apalagi virus HIV. Ibaratnya, virus Covid-19 ini masih relatif
bayi. Sekalipun demikian, virus asli yang diidentifikasi di Wuhan praktis sudah
tidak lagi didapatkan di dunia dan berganti dengan virus mutan alias yang sudah
mengalami pergantian sekuen genetik yang bervariasi.

Secara
internasional, mutasi virus ini membuat penggolongan menjadi lebih rumit dan
hingga saat ini berbagai kesepakatan telah dicapai dalam hal identifikasi dan
penamaan. Mutan yang diwaspadai dikategorikan sebagai variant of interest
(VOI). Jika VOI dibarengi dengan peningkatan kemampuan transmisi atau keganasan
atau mengakibatkan khasiat vaksin menurun, kategori meningkat menjadi variant
of concern (VOC).

Beberapa
mutan yang paling terkenal saat ini adalah B117 (Inggris), B1351 (Afrika
Selatan), dan P1 (Brasil). Belakangan muncul virus dari India, B1617, dengan
mutasi ganda yang dianggap berbahaya di dalamnya.

Antibodi
yang diperoleh seorang pasien ketika sembuh dari infeksi SARS-CoV-2 tidak
semuanya sanggup bertahan menghadapi mutan. Sejauh ini telah dilaporkan
beberapa kasus infeksi ulang pada kelompok mantan penderita di berbagai negara.
Mutan juga mampu membuat uji diagnostik memberikan hasil palsu jika gen yang
diuji mengalami mutasi.

Para
peneliti dan produsen vaksin Covid-19 sudah menaruh perhatian khusus terhadap
para mutan, bahkan sejak uji klinis pertama dilakukan. Pfizer, misalnya, adalah
salah satu yang langsung menguji varian mutan baru dengan vaksin miliknya di
kesempatan pertama. Mereka mendapatkan bahwa varian B117 dan P1 masih bisa
ditanggulangi. Adapun untuk B1351, vaksin masih bisa digunakan sekalipun
kemampuannya jauh lebih rendah dibandingkan menghadapi virus ”asli”.

Baca Juga :  J.E. Sahetapy, sang Kriminolog Korporasi

Syarat
efikasi 50 persen dari WHO adalah batas terendah. Jika vaksin masih mampu
berfungsi di atas batas tersebut, kita boleh tetap yakin akan kemampuannya.
Berdasar hasil penelitian tersebut, Pfizer tidak mengubah desain awal untuk
program di AS dan negara lain. Pfizer menyiapkan vaksin baru yang dimodifikasi
untuk persiapan vaksin ulangan atau boster.

Vaksin
mRA lain milik Moderna memberikan hasil yang setara dengan milik Pfizer. Vaksin
efektif untuk varian Inggris dan Brasil, namun kehilangan banyak kekuatan
menghadapi varian Afrika Selatan (hingga 6–8 kali lipat) sekalipun masih dalam
batas yang bisa diterima.

Vaksin
berbasis virus adeno yang juga ada di Indonesia, milik Oxford/AstraZeneca,
bertahan baik menghadapi varian Inggris, tapi rontok di Afrika Selatan. Hal ini
membuat pemerintah Afrika Selatan membatalkan pemesanan vaksin Oxford dan
menggantinya dengan vaksin berbasis serupa milik J&J dari AS.

Vaksin
rekombinan milik Novavax Amerika Serikat dan dua vaksin inaktif dari Tiongkok
(Sinovac dan Sinopharm) relatif senasib dan tidak berbeda jauh dengan vaksin
lain. Jika data vaksin mRNA lebih diperoleh dari pengujian di laboratorium,
data vaksin lain didapat dari uji klinis di lokasi pusat mutasi. Alhasil, dari
penelitian pada sebagian besar vaksin yang telah diuji menghadapi para mutan,
musuh terbesar masih varian B1351 dari Afrika Selatan.

Sementara
itu, virus mutan dari India yang belakangan ramai dibicarakan (B1617) belum
banyak diuji oleh 14 vaksin yang telah mendapat izin edar di berbagai negara.
Laporan awal di media masa menyatakan, vaksin inaktif milik India sendiri masih
efektif dan tidak akan diganti dalam waktu dekat.

Baca Juga :  Bersama Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi

Virus
mutan Afrika Selatan mungkin belum ada di negara kita. Varian India sudah
didapatkan di sekitar Jakarta, namun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Kemampuan melakukan identifikasi genetik di Indonesia saat ini sedang
ditingkatkan secara bermakna sehingga dalam waktu beberapa saat ke depan kita akan
terus memperbarui data varian yang ada di tanah air. Dari data tersebut bisa
diprediksi pula kekuatan vaksin serta tindakan penanggulangan yang dibutuhkan.

Sebagian
besar dari seratus lebih vaksin yang masih dalam uji klinis fase I-II-III di
dunia saat ini sudah memperhitungkan kemampuan vaksin masing-masing menghadapi
para mutan. Ini tak mungkin dihindari karena kegagalan menghadapi mutan akan
langsung terlihat pada data efikasi. Padahal, efikasi adalah penilaian utama
lulus tidaknya sebuah vaksin.

Situasi
uji klinis sekarang memang jauh berbeda dengan tahun lalu saat virus mutan
relatif terbatas. Vaksin Merah Putih pun sangat memperhatikan para mutan ini.
Mengubah desain vaksin memerlukan waktu. Hanya vaksin mRNA yang mampu diubah
dalam waktu relatif cepat. Itu berarti, bagi kandidat vaksin lainnya,
antisipasi sejak awal adalah salah satu kunci terpenting.

 Apalagi karena mutasi ini praktis tidak
mungkin berhenti. Varian berikutnya, sesuai dengan kodrat mutasi, akan lebih
berbahaya dalam berbagai aspek. Pertarungan melawan virus SARS-CoV-2 tampaknya
masih akan berlangsung dan mungkin memerlukan waktu panjang. (*)

 

*)
Dominicus Husada, Divisi Penyakit Infeksi dan Tropis Anak Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair/RSUD dr Soetomo, Anggota Tim Peneliti
Vaksin Covid-19 Unair

KENYATAAN
bahwa sudah lebih dari 1 miliar dosis vaksin Covid-19 disuntikkan kepada
manusia di berbagai negara di seluruh dunia sungguh menggembirakan. Memang
masih ada kesenjangan yang besar antarnegara. Namun, saat ini kita sedang
menapak di jalan yang relatif tepat.

Ada
beberapa pertanyaan dan penghalang dalam kaitan dengan vaksinasi massal ini.
Salah satu di antaranya menyangkut virus mutan. Laporan tentang mutan datang
dari banyak negara dan memang sangat perlu diwaspadai atau bahkan ditakuti.

Mutasi
virus sebagaimana makhluk hidup lain akan senantiasa terjadi dan tidak mungkin
dihindari. Masih untung kemampuan mutasi virus SARS-CoV-2 relatif tidak seganas
virus influenza, apalagi virus HIV. Ibaratnya, virus Covid-19 ini masih relatif
bayi. Sekalipun demikian, virus asli yang diidentifikasi di Wuhan praktis sudah
tidak lagi didapatkan di dunia dan berganti dengan virus mutan alias yang sudah
mengalami pergantian sekuen genetik yang bervariasi.

Secara
internasional, mutasi virus ini membuat penggolongan menjadi lebih rumit dan
hingga saat ini berbagai kesepakatan telah dicapai dalam hal identifikasi dan
penamaan. Mutan yang diwaspadai dikategorikan sebagai variant of interest
(VOI). Jika VOI dibarengi dengan peningkatan kemampuan transmisi atau keganasan
atau mengakibatkan khasiat vaksin menurun, kategori meningkat menjadi variant
of concern (VOC).

Beberapa
mutan yang paling terkenal saat ini adalah B117 (Inggris), B1351 (Afrika
Selatan), dan P1 (Brasil). Belakangan muncul virus dari India, B1617, dengan
mutasi ganda yang dianggap berbahaya di dalamnya.

Antibodi
yang diperoleh seorang pasien ketika sembuh dari infeksi SARS-CoV-2 tidak
semuanya sanggup bertahan menghadapi mutan. Sejauh ini telah dilaporkan
beberapa kasus infeksi ulang pada kelompok mantan penderita di berbagai negara.
Mutan juga mampu membuat uji diagnostik memberikan hasil palsu jika gen yang
diuji mengalami mutasi.

Para
peneliti dan produsen vaksin Covid-19 sudah menaruh perhatian khusus terhadap
para mutan, bahkan sejak uji klinis pertama dilakukan. Pfizer, misalnya, adalah
salah satu yang langsung menguji varian mutan baru dengan vaksin miliknya di
kesempatan pertama. Mereka mendapatkan bahwa varian B117 dan P1 masih bisa
ditanggulangi. Adapun untuk B1351, vaksin masih bisa digunakan sekalipun
kemampuannya jauh lebih rendah dibandingkan menghadapi virus ”asli”.

Baca Juga :  J.E. Sahetapy, sang Kriminolog Korporasi

Syarat
efikasi 50 persen dari WHO adalah batas terendah. Jika vaksin masih mampu
berfungsi di atas batas tersebut, kita boleh tetap yakin akan kemampuannya.
Berdasar hasil penelitian tersebut, Pfizer tidak mengubah desain awal untuk
program di AS dan negara lain. Pfizer menyiapkan vaksin baru yang dimodifikasi
untuk persiapan vaksin ulangan atau boster.

Vaksin
mRA lain milik Moderna memberikan hasil yang setara dengan milik Pfizer. Vaksin
efektif untuk varian Inggris dan Brasil, namun kehilangan banyak kekuatan
menghadapi varian Afrika Selatan (hingga 6–8 kali lipat) sekalipun masih dalam
batas yang bisa diterima.

Vaksin
berbasis virus adeno yang juga ada di Indonesia, milik Oxford/AstraZeneca,
bertahan baik menghadapi varian Inggris, tapi rontok di Afrika Selatan. Hal ini
membuat pemerintah Afrika Selatan membatalkan pemesanan vaksin Oxford dan
menggantinya dengan vaksin berbasis serupa milik J&J dari AS.

Vaksin
rekombinan milik Novavax Amerika Serikat dan dua vaksin inaktif dari Tiongkok
(Sinovac dan Sinopharm) relatif senasib dan tidak berbeda jauh dengan vaksin
lain. Jika data vaksin mRNA lebih diperoleh dari pengujian di laboratorium,
data vaksin lain didapat dari uji klinis di lokasi pusat mutasi. Alhasil, dari
penelitian pada sebagian besar vaksin yang telah diuji menghadapi para mutan,
musuh terbesar masih varian B1351 dari Afrika Selatan.

Sementara
itu, virus mutan dari India yang belakangan ramai dibicarakan (B1617) belum
banyak diuji oleh 14 vaksin yang telah mendapat izin edar di berbagai negara.
Laporan awal di media masa menyatakan, vaksin inaktif milik India sendiri masih
efektif dan tidak akan diganti dalam waktu dekat.

Baca Juga :  Bersama Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi

Virus
mutan Afrika Selatan mungkin belum ada di negara kita. Varian India sudah
didapatkan di sekitar Jakarta, namun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Kemampuan melakukan identifikasi genetik di Indonesia saat ini sedang
ditingkatkan secara bermakna sehingga dalam waktu beberapa saat ke depan kita akan
terus memperbarui data varian yang ada di tanah air. Dari data tersebut bisa
diprediksi pula kekuatan vaksin serta tindakan penanggulangan yang dibutuhkan.

Sebagian
besar dari seratus lebih vaksin yang masih dalam uji klinis fase I-II-III di
dunia saat ini sudah memperhitungkan kemampuan vaksin masing-masing menghadapi
para mutan. Ini tak mungkin dihindari karena kegagalan menghadapi mutan akan
langsung terlihat pada data efikasi. Padahal, efikasi adalah penilaian utama
lulus tidaknya sebuah vaksin.

Situasi
uji klinis sekarang memang jauh berbeda dengan tahun lalu saat virus mutan
relatif terbatas. Vaksin Merah Putih pun sangat memperhatikan para mutan ini.
Mengubah desain vaksin memerlukan waktu. Hanya vaksin mRNA yang mampu diubah
dalam waktu relatif cepat. Itu berarti, bagi kandidat vaksin lainnya,
antisipasi sejak awal adalah salah satu kunci terpenting.

 Apalagi karena mutasi ini praktis tidak
mungkin berhenti. Varian berikutnya, sesuai dengan kodrat mutasi, akan lebih
berbahaya dalam berbagai aspek. Pertarungan melawan virus SARS-CoV-2 tampaknya
masih akan berlangsung dan mungkin memerlukan waktu panjang. (*)

 

*)
Dominicus Husada, Divisi Penyakit Infeksi dan Tropis Anak Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair/RSUD dr Soetomo, Anggota Tim Peneliti
Vaksin Covid-19 Unair

Terpopuler

Artikel Terbaru