32.6 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Jokowi: Penegak Hukum yang Memeras dan Menakuti Masyarakat Adalah Musu

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Presiden Joko Widodo mengingatkan penegak
hukum agar tidak main-main dalam menjalankan tugasnya. Jika ada aparat yang
terbukti memeras masyarakat, pengusaha dan eksekutif, akan menjadi musuh
negara.

“Saya peringatkan aparat penegak
hukum dan pengawas yang melakukan pemerasan seperti itu adalah musuh kita
semua, musuh negara. Saya tidak akan memberikan toleransi kepada siapapun yang
melakukan pelanggaran ini,” tegas Jokowi dalam pembukaan Aksi Nasional
Pencegahan Korupsi (ANPK) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu
(26/8).

Menurutnya, penyalahgunaan
regulasi untuk menakut-nakuti dan memeras membahayakan pembangunan nasional.
Seharusnya, kata Jokowi, pembangunan bisa dilakukan cepat. Namun menjadi lamban
dan tidak bergerak karena ada ketakutan.

Kepala Negara mengakui masih ada
regulasi yang tumpang tindih. Hal ini menjadi celah bagi aparat penegak hukum
menakut-nakuti maupun memeras masyarakat. “Kita akan terus melakukan
sinkronisasi regulasi secara berkelanjutan. Jika bapak dan ibu menemukan
regulasi tidak sinkron, tidak sesuai konteks saat ini, tolong berikan masukan
ke saya,” paparnya.

Selain itu, Jokowi mengaku akan
terus mengikuti setiap aksi pencegahan korupsi. Jokowi menggarisbawahi tiga
agenda besar. Pertama, pembenahan regulasi nasional. Seperti regulasi tumpang
tindih, regulasi yang tidak memberikan kepastian hukum, regulasi yang
memberikan prosedur berbelit, hingga regulasi yang membuat pejabat dan
birokrasi tidak berani melakukan eksekusi dan inovasi.

Kedua, melakukan reformasi
birokrasi dan penyederhanaan birokrasi. Ketiga, menggalakkan budaya antikorupsi
di masyarakat. “Pelaksanaan tiga agenda besar itu mari bersama-sama kita
laksanakan. Samakan visi dan selaraskan langkah untuk membangun pemerintahan
yang efektif, efisien dan inovatif sekaligus bebas korupsi,” papar mantan
Gubernur DKI Jakarta ini.

Baca Juga :  Putusan Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Berlaku Sejak 27 Februari

Menurutnya, jenjang birokrasi
yang terlalu banyak di berbagai sektor harus disederhanakan. Tujuannya agar
anggaran yang dialokasikan dapat memberikan manfaat secara maksimal bagi
masyarakat. “Organisasi birokrasi yang terlalu banyak jenjang dan terlalu
banyak divisi harus disederhanakan. Eselonisasi harus disederhanakan,”
jelasnya.

Selama ini, kata Jokowi, jenjang
birokrasi yang terlalu banyak disertai dengan tingkat eselon yang tidak
efektif, justru memboroskan anggaran. Dana dari pemerintah lebih banyak
digunakan untuk kegiatan-kegiatan rutin birokrasi yang tidak efektif. Selain
itu, birokrasi dan eselonisasi yang bertingkat membuat pengawasan anggaran
menjadi sulit.

“Terlalu banyak eselon akan makin
memperpanjang birokrasi. Selain itu, akan memecah anggaran dengan unit-unit
yang kecil-kecil. Hal ini akan menyulitkan pengawasan. Akibatnya anggaran akan
habis digunakan hanya untuk rutinitas saja,” tuturnya.

Presiden menginginkan anggaran
untuk program-program strategis yang berpengaruh pada kebutuhan nasional dan
memenuhi kepentingan masyarakat. “Itu yang membawa lompatan-lompatan kemajuan,”
ucap mantan Wali Kota Solo ini.

Karena itu, birokrasi yang
mengorbankan kepentingan rakyat harus dirombak. Efektivitas dan transparansi
perlu diutamakan dengan memanfaatkan proses digitalisasi sehingga memudahkan
masyarakat.

“Regulasi diperbaiki, tata kerja
birokrasi disederhanakan. Transparansi serta pemanfaatan teknologi informasi,
digitalisasi, yang mudah diakses publik harus terus dikembangkan,” urainya.

Sementara itu, mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut konstitusi harus akrab
dengan keseharian. Baik budaya pikir, maupun perilaku rakyat. Tujuannya, agar
tata aturan konstitusi terlaksana dengan baik.

Baca Juga :  Kemenkominfo Berencana Bakal Denda Penyebar Hoax Rp 1 Miliar

“Konstitusi jangan dibiarkan
berisi nilai-nilai abstrak yang tak terjangkau. Ini adalah bagaimana terus
menggerakkan konstitusi. Tetapi bukan melulu memaksakannya dengan kekuasaan.
Melainkan bagaimana kesadaran sendiri sebagai anak bangsa,” kata Jimly.

Menurutnya, selama 20 tahun
perjalanan reformasi masih banyak yang perlu dievaluasi. Baik dari ketaatan
terhadap konstitusi hingga penerapan demokrasi. Demikian pula dengan penegakan
hukum. Rakyat, lanjutnya, mestinya merefleksikan penegakan hukum sepanjang
perjalanan reformasi yang idealnya berjalan lebih baik.

“Saya ingin mengajak generasi
milenial mengadakan refleksi apa yang sedang terjadi selama 20 tahun
pascareformasi tidak seluruhnya ideal,” imbuhnya. Artinya, evaluasi perlu
dilakukan secara substantif dengan daya jangkau yang jauh ke depan .

Anggota dewan Pendiri CSIS, Harry
Tjan Silalahi mengakui banyak hal yang mesti dilakukan untuk membenahi masa
depan Indonesia. Termasuk pembuatan aturan alias regulasi. “Aturan-aturan
terkesan adoptif dan sesaat. Tidak disatukan, tidak dipikirkan segalanya,”
jelasnya.

Dia mengingatkan undang-undang
harus tetap terikat dengan kultur, budaya, dan filsafat yang hidup di suatu
tempat. Sehingga tidak bisa dicangkok begitu saja. Demikian pula, dengan kian
lunturnya praktik demokrasi hingga berkembangnya dinasti politik.

Meski begitu, Harry tetap
optimistis Indonesia bisa melewati berbagai persoalan yang ada. “Para pendahulu
bangsa juga menghadapi kesulitan. Tetapi mereka bisa mengatasinya,” pungkas
Harry.

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Presiden Joko Widodo mengingatkan penegak
hukum agar tidak main-main dalam menjalankan tugasnya. Jika ada aparat yang
terbukti memeras masyarakat, pengusaha dan eksekutif, akan menjadi musuh
negara.

“Saya peringatkan aparat penegak
hukum dan pengawas yang melakukan pemerasan seperti itu adalah musuh kita
semua, musuh negara. Saya tidak akan memberikan toleransi kepada siapapun yang
melakukan pelanggaran ini,” tegas Jokowi dalam pembukaan Aksi Nasional
Pencegahan Korupsi (ANPK) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu
(26/8).

Menurutnya, penyalahgunaan
regulasi untuk menakut-nakuti dan memeras membahayakan pembangunan nasional.
Seharusnya, kata Jokowi, pembangunan bisa dilakukan cepat. Namun menjadi lamban
dan tidak bergerak karena ada ketakutan.

Kepala Negara mengakui masih ada
regulasi yang tumpang tindih. Hal ini menjadi celah bagi aparat penegak hukum
menakut-nakuti maupun memeras masyarakat. “Kita akan terus melakukan
sinkronisasi regulasi secara berkelanjutan. Jika bapak dan ibu menemukan
regulasi tidak sinkron, tidak sesuai konteks saat ini, tolong berikan masukan
ke saya,” paparnya.

Selain itu, Jokowi mengaku akan
terus mengikuti setiap aksi pencegahan korupsi. Jokowi menggarisbawahi tiga
agenda besar. Pertama, pembenahan regulasi nasional. Seperti regulasi tumpang
tindih, regulasi yang tidak memberikan kepastian hukum, regulasi yang
memberikan prosedur berbelit, hingga regulasi yang membuat pejabat dan
birokrasi tidak berani melakukan eksekusi dan inovasi.

Kedua, melakukan reformasi
birokrasi dan penyederhanaan birokrasi. Ketiga, menggalakkan budaya antikorupsi
di masyarakat. “Pelaksanaan tiga agenda besar itu mari bersama-sama kita
laksanakan. Samakan visi dan selaraskan langkah untuk membangun pemerintahan
yang efektif, efisien dan inovatif sekaligus bebas korupsi,” papar mantan
Gubernur DKI Jakarta ini.

Baca Juga :  Putusan Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Berlaku Sejak 27 Februari

Menurutnya, jenjang birokrasi
yang terlalu banyak di berbagai sektor harus disederhanakan. Tujuannya agar
anggaran yang dialokasikan dapat memberikan manfaat secara maksimal bagi
masyarakat. “Organisasi birokrasi yang terlalu banyak jenjang dan terlalu
banyak divisi harus disederhanakan. Eselonisasi harus disederhanakan,”
jelasnya.

Selama ini, kata Jokowi, jenjang
birokrasi yang terlalu banyak disertai dengan tingkat eselon yang tidak
efektif, justru memboroskan anggaran. Dana dari pemerintah lebih banyak
digunakan untuk kegiatan-kegiatan rutin birokrasi yang tidak efektif. Selain
itu, birokrasi dan eselonisasi yang bertingkat membuat pengawasan anggaran
menjadi sulit.

“Terlalu banyak eselon akan makin
memperpanjang birokrasi. Selain itu, akan memecah anggaran dengan unit-unit
yang kecil-kecil. Hal ini akan menyulitkan pengawasan. Akibatnya anggaran akan
habis digunakan hanya untuk rutinitas saja,” tuturnya.

Presiden menginginkan anggaran
untuk program-program strategis yang berpengaruh pada kebutuhan nasional dan
memenuhi kepentingan masyarakat. “Itu yang membawa lompatan-lompatan kemajuan,”
ucap mantan Wali Kota Solo ini.

Karena itu, birokrasi yang
mengorbankan kepentingan rakyat harus dirombak. Efektivitas dan transparansi
perlu diutamakan dengan memanfaatkan proses digitalisasi sehingga memudahkan
masyarakat.

“Regulasi diperbaiki, tata kerja
birokrasi disederhanakan. Transparansi serta pemanfaatan teknologi informasi,
digitalisasi, yang mudah diakses publik harus terus dikembangkan,” urainya.

Sementara itu, mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut konstitusi harus akrab
dengan keseharian. Baik budaya pikir, maupun perilaku rakyat. Tujuannya, agar
tata aturan konstitusi terlaksana dengan baik.

Baca Juga :  Kemenkominfo Berencana Bakal Denda Penyebar Hoax Rp 1 Miliar

“Konstitusi jangan dibiarkan
berisi nilai-nilai abstrak yang tak terjangkau. Ini adalah bagaimana terus
menggerakkan konstitusi. Tetapi bukan melulu memaksakannya dengan kekuasaan.
Melainkan bagaimana kesadaran sendiri sebagai anak bangsa,” kata Jimly.

Menurutnya, selama 20 tahun
perjalanan reformasi masih banyak yang perlu dievaluasi. Baik dari ketaatan
terhadap konstitusi hingga penerapan demokrasi. Demikian pula dengan penegakan
hukum. Rakyat, lanjutnya, mestinya merefleksikan penegakan hukum sepanjang
perjalanan reformasi yang idealnya berjalan lebih baik.

“Saya ingin mengajak generasi
milenial mengadakan refleksi apa yang sedang terjadi selama 20 tahun
pascareformasi tidak seluruhnya ideal,” imbuhnya. Artinya, evaluasi perlu
dilakukan secara substantif dengan daya jangkau yang jauh ke depan .

Anggota dewan Pendiri CSIS, Harry
Tjan Silalahi mengakui banyak hal yang mesti dilakukan untuk membenahi masa
depan Indonesia. Termasuk pembuatan aturan alias regulasi. “Aturan-aturan
terkesan adoptif dan sesaat. Tidak disatukan, tidak dipikirkan segalanya,”
jelasnya.

Dia mengingatkan undang-undang
harus tetap terikat dengan kultur, budaya, dan filsafat yang hidup di suatu
tempat. Sehingga tidak bisa dicangkok begitu saja. Demikian pula, dengan kian
lunturnya praktik demokrasi hingga berkembangnya dinasti politik.

Meski begitu, Harry tetap
optimistis Indonesia bisa melewati berbagai persoalan yang ada. “Para pendahulu
bangsa juga menghadapi kesulitan. Tetapi mereka bisa mengatasinya,” pungkas
Harry.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru