29.5 C
Jakarta
Wednesday, April 17, 2024

Mendikbud: Perubahan Harus Berawal dari Ruang Kelas

JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem
Makarim mengajak para guru untuk melakukan perubahan dimulai dari ruang kelas.

“Perubahan tidak dapat dimulai
dari atas, semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba,
jangan menunggu perintah. Ambil langkah pertama,” kata Nadiem, Dalam pidato
pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN), di Jakarta, Senin (25/11), .

Nadiem juga berpesan kepada guru,
agar melakukan perubahan kecil di kelas dimulai dari mengajak kelas berdiskusi,
bukan hanya sekedar mendengar dan memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengajar di kelas.

“Lakukan seperti mencetuskan
proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas, menemukan suatu bakat dalam
diri murid yang kurang percaya diri, dan tawarkan bantuan kepada guru yang
sedang mengalami kesulitan. Melalui perubahan kecil yang dilakukan dari guru,
maka Indonesia akan bergerak maju,” tuturnya.

Selain itu, Nadiem juga
menyinggung terkait pekerjaan guru yang terbebani masalah administratif.
Menurutnya, tugas guru termulia sekaligus yang tersulit, karena ditugaskan
untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan
dibandingkan dengan pertolongan.

“Guru ingin membantu murid yang
mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu guru habis untuk mengerjakan
tugas administratif tanpa manfaat yang jelas. Sehingga kerja mereka dalam
mengajar tidak bisa maksimal,” ujarnya.

Menurut Nadiem, di dunia nyata
guru tentunya mengetahui bahwa kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan
menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal. Namun, pada praktiknya
masih banyak pembelajaran di kelas yang mengutamakan hafalan.

“Setiap anak di Indonesia
memiliki kebutuhan yang berbeda. Namun, keseragaman yang ada di pendidikan saat
ini telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi,” imbunya.

Pada akhirnya, Nadiem memahami
rasa frustasi guru karena mereka tidak bisa mengajar sesuai dengan yang
diinginkan karena banyaknya ketidaksesuaian di lapangan.

“Anda ditugasi untuk membentuk
masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan
pertolongan,” ujarnya.

Nadiem juga mengaku kan
menyiapkan guru penggerak di sekolah-sekolah di Indonesia. Guru penggerak
adalah guru yang mengutamakan muridnya dari apapun. Guru ini harus berinisiatif
dan mengambil tindakan-tindakan tanpa diperintah untuk melakukan yang terbaik bagi
muridnya.

Baca Juga :  DPR Usulkan Kenaikan Anggaran Bencana, Minimal 2 Persen

“Bahkan ada juga yang namanya
orang tua penggerak. Itu juga filsafatnya sama. Semua yang terbaik untuk anak,”
terangnya.

Orang tua juga ditekankan agar
bisa membantu kerja guru-guru penggerak. Sebab, anak-anak tidak akan selamanya
berada di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan kepada orang tua juga perlu
diberikan agar tujuan generasi emas Indonesia bisa tercapai.

Menurut Nadiem, baik guru dan
orang tua penggerak perlu terus berinovasi. Ia pun mengatakan, guru dan orang
tua tidak perlu takut untuk berinovasi. Sebab memang tidak semua inovasi akan
langsung mendapatkan kesukesan.

“Banyak inovasi yang terus dicoba
namun hasilnya masih belum memuaskan. Namun, kata dia, kunci dari melakukan
inovasi adalah terus berusaha. Tapi kita terus mencoba, apa yang kira-kira pas
untuk sekolah kita, untuk lingkungan kita,” jelasnya.

Selama lima tahun ke depan, ia
berharap guru penggerak betul-betul muncul di tiap sekolah. Ia mengatakan,
apabila ada satu saja guru penggerak di tiap sekolah maka sudah sangat baik.
Menurut Nadiem, memunculkan guru penggerak ini bukanlah hal yang bisa cepat
didapatkan.

Menurutnya, kemunculan guru
penggerak ini harus dimulai dengan kesadaran masing-masing soal peran guru
untuk sekolah dan lingkungannya. Selanjutnya, Nadiem menuturkan Kemendikbud
tentunya akan membantu para guru ini untuk menyadari perannya.

“Kedua, dari sisi birokrasi
regulasi, kita harus bantu dukung. PR kita banyak. Apa saja aturan-aturan
regulasi dan kebijakan yang mungkin tidak memberikan ruang inovasi dan ruang
gerak,” katanya.

Untuk itu Nadiem mengatakan,
dirinya tidak ingin membuat janji-janji kosong kepada para guru. Perubahan di
dalam pendidikan di Indonesia memang harus dilakukan namun itu adalah hal yang
sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan.

“Satu hal yang pasti, saya akan
berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga :  Hampir 6 Ribu Personel Siaga Padamkan Karhutla di 5 Provinsi

Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) menekankan kepada guru untuk memenuhi tugasnya dengan baik. Sehingga,
guru diharapkan untuk menjadi penggerak dalam upaya mewujudkan generasi unggul
Indonesia.

“Ini (Hari Guru Nasional) harus
dijadikan pengingat apa yang menjadi tujuan guru yakni peran strategis
mewujudkan generasi unggul,” kata Ketua PGRI DIY, Kadarmanta Baskara Aji.

Menurut Baskara, peringatan HGN
juga sebagai motivasi dan dukungan untuk seluruh guru di Indonesia untuk dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, dalam bidang pendidikan demi kepentingan
generasi penerus bangsa.

“Memberikan motivasi dan
mensupport seluruh guru yang ada di Indonesia, untuk selalu bisa mengemban
amanah sebagai guru yang didambakan dan selalu di idolakan para siswa,”
ucapnya.

Sementara itu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim dapat segera melakukan langkah-langkah nyata
untuk pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah pada perbaikan kualitas
pendidikan yang harus dimulai dari perbaikan kualitas guru.

“Nadiem mengungkapkan dalam
pidatonya, kondisi guru yang terbelenggu kurikulum dan kewajiban administrasi
mengajar. Sebab, hasil penelitian menunjukkan, selama 25 tahun terakhir tidak
ada perubahan cara mengajar para guru dalam proses pembelajarannya di ruang-ruang
kelas. Untuk itu, maka diperlukan iklim sekolah yang mendukung peningkatan
kapasitas guru melalui berbagai pelatihan,” kata Retno.

Pelatihan guru, menurut Retno,
tidak melulu soal metode, namun yang terpenting adalah pola pikir guru untuk
memerdekakan pembelajarannya. Di antaranya melalui pelatihan tentang Konvensi
Hak Anak (KHA), demi mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA).

“Ini jelas perjuangan yang tidak
mudah,” ujarnya.

Retno menyebutkan, jika
peningkatan kualitas guru dapat terealisasi, maka kualitas pendidikan bisa
didapat. Karena jika guru berkualitas otomatis siswanya juga akan menjadi
berkualitas.

“Jika guru dan siswanya
berkualitas, pasti sekolahnya berkualitas. Kalau sekolah-sekolah berkualitas di
suatu daerah, maka pendidikan di daerah tersebut pastilah berkualitas. Jadi
intinya perubahan pendidikan harus dimulai dari guru,” pungkasnya. (der/fin)

JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem
Makarim mengajak para guru untuk melakukan perubahan dimulai dari ruang kelas.

“Perubahan tidak dapat dimulai
dari atas, semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba,
jangan menunggu perintah. Ambil langkah pertama,” kata Nadiem, Dalam pidato
pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN), di Jakarta, Senin (25/11), .

Nadiem juga berpesan kepada guru,
agar melakukan perubahan kecil di kelas dimulai dari mengajak kelas berdiskusi,
bukan hanya sekedar mendengar dan memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengajar di kelas.

“Lakukan seperti mencetuskan
proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas, menemukan suatu bakat dalam
diri murid yang kurang percaya diri, dan tawarkan bantuan kepada guru yang
sedang mengalami kesulitan. Melalui perubahan kecil yang dilakukan dari guru,
maka Indonesia akan bergerak maju,” tuturnya.

Selain itu, Nadiem juga
menyinggung terkait pekerjaan guru yang terbebani masalah administratif.
Menurutnya, tugas guru termulia sekaligus yang tersulit, karena ditugaskan
untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan
dibandingkan dengan pertolongan.

“Guru ingin membantu murid yang
mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu guru habis untuk mengerjakan
tugas administratif tanpa manfaat yang jelas. Sehingga kerja mereka dalam
mengajar tidak bisa maksimal,” ujarnya.

Menurut Nadiem, di dunia nyata
guru tentunya mengetahui bahwa kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan
menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal. Namun, pada praktiknya
masih banyak pembelajaran di kelas yang mengutamakan hafalan.

“Setiap anak di Indonesia
memiliki kebutuhan yang berbeda. Namun, keseragaman yang ada di pendidikan saat
ini telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi,” imbunya.

Pada akhirnya, Nadiem memahami
rasa frustasi guru karena mereka tidak bisa mengajar sesuai dengan yang
diinginkan karena banyaknya ketidaksesuaian di lapangan.

“Anda ditugasi untuk membentuk
masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan
pertolongan,” ujarnya.

Nadiem juga mengaku kan
menyiapkan guru penggerak di sekolah-sekolah di Indonesia. Guru penggerak
adalah guru yang mengutamakan muridnya dari apapun. Guru ini harus berinisiatif
dan mengambil tindakan-tindakan tanpa diperintah untuk melakukan yang terbaik bagi
muridnya.

Baca Juga :  DPR Usulkan Kenaikan Anggaran Bencana, Minimal 2 Persen

“Bahkan ada juga yang namanya
orang tua penggerak. Itu juga filsafatnya sama. Semua yang terbaik untuk anak,”
terangnya.

Orang tua juga ditekankan agar
bisa membantu kerja guru-guru penggerak. Sebab, anak-anak tidak akan selamanya
berada di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan kepada orang tua juga perlu
diberikan agar tujuan generasi emas Indonesia bisa tercapai.

Menurut Nadiem, baik guru dan
orang tua penggerak perlu terus berinovasi. Ia pun mengatakan, guru dan orang
tua tidak perlu takut untuk berinovasi. Sebab memang tidak semua inovasi akan
langsung mendapatkan kesukesan.

“Banyak inovasi yang terus dicoba
namun hasilnya masih belum memuaskan. Namun, kata dia, kunci dari melakukan
inovasi adalah terus berusaha. Tapi kita terus mencoba, apa yang kira-kira pas
untuk sekolah kita, untuk lingkungan kita,” jelasnya.

Selama lima tahun ke depan, ia
berharap guru penggerak betul-betul muncul di tiap sekolah. Ia mengatakan,
apabila ada satu saja guru penggerak di tiap sekolah maka sudah sangat baik.
Menurut Nadiem, memunculkan guru penggerak ini bukanlah hal yang bisa cepat
didapatkan.

Menurutnya, kemunculan guru
penggerak ini harus dimulai dengan kesadaran masing-masing soal peran guru
untuk sekolah dan lingkungannya. Selanjutnya, Nadiem menuturkan Kemendikbud
tentunya akan membantu para guru ini untuk menyadari perannya.

“Kedua, dari sisi birokrasi
regulasi, kita harus bantu dukung. PR kita banyak. Apa saja aturan-aturan
regulasi dan kebijakan yang mungkin tidak memberikan ruang inovasi dan ruang
gerak,” katanya.

Untuk itu Nadiem mengatakan,
dirinya tidak ingin membuat janji-janji kosong kepada para guru. Perubahan di
dalam pendidikan di Indonesia memang harus dilakukan namun itu adalah hal yang
sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan.

“Satu hal yang pasti, saya akan
berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga :  Hampir 6 Ribu Personel Siaga Padamkan Karhutla di 5 Provinsi

Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) menekankan kepada guru untuk memenuhi tugasnya dengan baik. Sehingga,
guru diharapkan untuk menjadi penggerak dalam upaya mewujudkan generasi unggul
Indonesia.

“Ini (Hari Guru Nasional) harus
dijadikan pengingat apa yang menjadi tujuan guru yakni peran strategis
mewujudkan generasi unggul,” kata Ketua PGRI DIY, Kadarmanta Baskara Aji.

Menurut Baskara, peringatan HGN
juga sebagai motivasi dan dukungan untuk seluruh guru di Indonesia untuk dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, dalam bidang pendidikan demi kepentingan
generasi penerus bangsa.

“Memberikan motivasi dan
mensupport seluruh guru yang ada di Indonesia, untuk selalu bisa mengemban
amanah sebagai guru yang didambakan dan selalu di idolakan para siswa,”
ucapnya.

Sementara itu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim dapat segera melakukan langkah-langkah nyata
untuk pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah pada perbaikan kualitas
pendidikan yang harus dimulai dari perbaikan kualitas guru.

“Nadiem mengungkapkan dalam
pidatonya, kondisi guru yang terbelenggu kurikulum dan kewajiban administrasi
mengajar. Sebab, hasil penelitian menunjukkan, selama 25 tahun terakhir tidak
ada perubahan cara mengajar para guru dalam proses pembelajarannya di ruang-ruang
kelas. Untuk itu, maka diperlukan iklim sekolah yang mendukung peningkatan
kapasitas guru melalui berbagai pelatihan,” kata Retno.

Pelatihan guru, menurut Retno,
tidak melulu soal metode, namun yang terpenting adalah pola pikir guru untuk
memerdekakan pembelajarannya. Di antaranya melalui pelatihan tentang Konvensi
Hak Anak (KHA), demi mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA).

“Ini jelas perjuangan yang tidak
mudah,” ujarnya.

Retno menyebutkan, jika
peningkatan kualitas guru dapat terealisasi, maka kualitas pendidikan bisa
didapat. Karena jika guru berkualitas otomatis siswanya juga akan menjadi
berkualitas.

“Jika guru dan siswanya
berkualitas, pasti sekolahnya berkualitas. Kalau sekolah-sekolah berkualitas di
suatu daerah, maka pendidikan di daerah tersebut pastilah berkualitas. Jadi
intinya perubahan pendidikan harus dimulai dari guru,” pungkasnya. (der/fin)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru