28.8 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Tak Menguntungkan, Operator Ogah Direpotkan Investasi Aturan IMEI

Regulasi pengendalian alat atau perangkat telekomunikasi selular
melalui identifikasi International Mobile Equipment (IMEI) masih menjadi
wacana. Pasalnya, implementasi sistem tersebut membutuhkan investasi besar.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh
Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah mengatakan, secara prinsip ATSI sangat
mendukung penuh regulasi mengenai tata kelola IMEI. Hal ini jelas untuk
membantu pemerintah dalam mencegah kerugian negara akibat peredaran perangkat
ilegal alias Black Market (BM).

Namun, yang menjadi catatan ATSI, regulasi tersebut sebaiknya bersifat
preventif dan bukan korektif, sehingga tidak menyebabkan kerugian semua pihak
terkait. Baik itu operator seluler, pelaku usaha, termasuk hak masyarakat untuk
mendapatkan informasi.

“Ini kita harapkan semua pihak yang menerima benefit dapat ikut
serta dalam investasi. Operator tidak diuntungkan sama sekali, se-rupiah pun
tidak. Kita di sini ingin melindungi masyarakat juga. Kalau ini tidak
diakomodir, bisa jadi yang dirugikan adalah masyarakat,” ujar Ririek di
Jakarta, Selasa (24/9) malam.

Baca Juga :  320 Kendaraan Dipaksa Putar Balik, Rata-rata Plat Nomor Jakarta

Operator seluler ogah direpotkan dalam urusan investasi dalam
aturan ponsel BM tersebut. Bukan tanpa alasan, dalam implementasi aturan
tersebut, operator mesti membangun sistem data center bernama Equipment
Identity Register (EIR). Sistem tersebut merupakan basis data yang akan
terkoneksi ke kementerian terkait dalam aturan ini. Dalam hal ini melibatkan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Informasi
(Kemenkominfo), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

“Mengingat bahwa inisiatif ini bukan merupakan kewajiban dalam
lisensi operator seluler, ATSI mengusulkan agar pengadaan investasi sistem EIR
yang harganya cukup signifikan tidak dibebankan ke operator seluler,” jelas
Ririek.

Ketika ditanya soal siapa yang mendapatkan benefit atas
implementasi aturan ponsel BM dengan validasi IMEI, Ririek enggan menyebutkan
secara spesifik. Namun, menurut Wakil Ketua ATSI, Merza Fachys, setiap tahun,
negara merugi Rp 2,8 triliun akibat peredaran ponsel BM.

Baca Juga :  Kemenkes Turun Tangan Tangani Korban Sakit Akibat Banjir

“Dari situ sudah jelas siapa yang menerima benefit dari
implementasi aturan ini. Selain itu, jika aturan ini disahkan dan berjalan,
masyarakat yang tadinya membeli ponsel BM akan membeli ponsel resmi. Ini juga
menguntungkan industri ponsel,” ucap Merza dalam kesempatan yang sama.

Sementara untuk berapa biaya investasi membangun EIR, ATSI juga
tak bisa menyebut secara rinci berapa biayanya. Hal tersebut lantaran setiap
operator memiliki jumlah pelanggan yang berbeda-beda sehingga biaya yang
diperlukan untuk membangun EIR juga berbeda dari setiap operator.(jpg)

 

Regulasi pengendalian alat atau perangkat telekomunikasi selular
melalui identifikasi International Mobile Equipment (IMEI) masih menjadi
wacana. Pasalnya, implementasi sistem tersebut membutuhkan investasi besar.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh
Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah mengatakan, secara prinsip ATSI sangat
mendukung penuh regulasi mengenai tata kelola IMEI. Hal ini jelas untuk
membantu pemerintah dalam mencegah kerugian negara akibat peredaran perangkat
ilegal alias Black Market (BM).

Namun, yang menjadi catatan ATSI, regulasi tersebut sebaiknya bersifat
preventif dan bukan korektif, sehingga tidak menyebabkan kerugian semua pihak
terkait. Baik itu operator seluler, pelaku usaha, termasuk hak masyarakat untuk
mendapatkan informasi.

“Ini kita harapkan semua pihak yang menerima benefit dapat ikut
serta dalam investasi. Operator tidak diuntungkan sama sekali, se-rupiah pun
tidak. Kita di sini ingin melindungi masyarakat juga. Kalau ini tidak
diakomodir, bisa jadi yang dirugikan adalah masyarakat,” ujar Ririek di
Jakarta, Selasa (24/9) malam.

Baca Juga :  320 Kendaraan Dipaksa Putar Balik, Rata-rata Plat Nomor Jakarta

Operator seluler ogah direpotkan dalam urusan investasi dalam
aturan ponsel BM tersebut. Bukan tanpa alasan, dalam implementasi aturan
tersebut, operator mesti membangun sistem data center bernama Equipment
Identity Register (EIR). Sistem tersebut merupakan basis data yang akan
terkoneksi ke kementerian terkait dalam aturan ini. Dalam hal ini melibatkan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Informasi
(Kemenkominfo), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

“Mengingat bahwa inisiatif ini bukan merupakan kewajiban dalam
lisensi operator seluler, ATSI mengusulkan agar pengadaan investasi sistem EIR
yang harganya cukup signifikan tidak dibebankan ke operator seluler,” jelas
Ririek.

Ketika ditanya soal siapa yang mendapatkan benefit atas
implementasi aturan ponsel BM dengan validasi IMEI, Ririek enggan menyebutkan
secara spesifik. Namun, menurut Wakil Ketua ATSI, Merza Fachys, setiap tahun,
negara merugi Rp 2,8 triliun akibat peredaran ponsel BM.

Baca Juga :  Kemenkes Turun Tangan Tangani Korban Sakit Akibat Banjir

“Dari situ sudah jelas siapa yang menerima benefit dari
implementasi aturan ini. Selain itu, jika aturan ini disahkan dan berjalan,
masyarakat yang tadinya membeli ponsel BM akan membeli ponsel resmi. Ini juga
menguntungkan industri ponsel,” ucap Merza dalam kesempatan yang sama.

Sementara untuk berapa biaya investasi membangun EIR, ATSI juga
tak bisa menyebut secara rinci berapa biayanya. Hal tersebut lantaran setiap
operator memiliki jumlah pelanggan yang berbeda-beda sehingga biaya yang
diperlukan untuk membangun EIR juga berbeda dari setiap operator.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru