27.3 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Kemenag Pastikan Tidak Akan Terbitkan Surat Halal Vaksin AstraZeneca

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
(BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memastikan tidak akan mengeluarkan sertifikat
halal vaksin AstraZeneca. Sebaliknya, mereka hanya akan menerbitkan surat
keterangan tidak halal.

Plt Kepala BPJPH Kemenag Mastuki
menerangkan, sesuai dengan namanya, sertifikasi halal diterbitkan BPJPH bagi
produk yang telah ditetapkan kehalalannya oleh MUI.

Selain itu, penetapan halal atau
tidak, bersifat final. “Sehingga tidak ada mekanisme atau kesempatan sanggah
dari pengaju atau produsen,” ujarnya dilansir dari JawaPos.com (jaringan prokalteng.co),
kemarin.

Sebelum ditetapkan status
kehalalan oleh MUI, sambungnya, sudah ada kesempatan komunikasi antara auditor
halal dan pelaku usaha.

Dalam proses tersebut, sudah ada
komunikasi terkait keterangan dokumen, bahan, serta proses produksi dan segala
kaitan audit produk. “Setelah auditor halal bekerja, hasilnya disampaikan
kepada MUI untuk dibuatkan fatwanya,” terangnya.

Baca Juga :  Jika Tak Penuhi Syarat Ini, Tunjangan Profesor Terancam Ditunda

Sementara, Ketua MUI Cholil Nafis
mengatakan, setelah mereka mengumumkan fatwa vaksin AstraZeneca, banyak warga
yang menanyakan soal hukumnya. “Kok haram, tapi boleh? Itulah istilah fikih
Islam bahwa halal itu beda dengan istilah boleh,” katanya.

Ia menjelaskan, ‘halal’ berarti
secara ketentuan syara’ tidak ada unsur yang diharamkan sama sekali. Sedangkan
‘boleh’ belum tentu halal, tetapi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
mendesak dan kadar tertentu serta tempo yang dibutuhkan.

Nafis lantas mengatakan, ada
pihak lain yang mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca halal dan tidak mengandung
babi. Misalnya, yang jadi keputusan NU Jawa Timur. “Mungkin metode dan
pemeriksaannya berbeda dengan yang dipedomani MUI,” jelasnya.

Baca Juga :  Banyak Masyarakat Tak Taat Imbauan

Bagi MUI, sambungnya, untuk
setiap produk yang ada babi dan turunannya serta yang menggunakan unsur tubuh
manusia, hukumnya haram. “Pertimbangan itu lebih karena metode yang digunakan
MUI adalah kehati-hatian atau ihtiathan Imam Syafi’i,” kata dia.

Nafis mengatakan, dari kajian
LPPOM MUI, memang dalam pembuatan inang virusnya, vaksin Astrazeneca
menggunakan tripsin dari pankreas babi. Keterangan itu didapat dari dokumen
yang disampaikan produsen. “Dokumen itu sudah cukup untuk tidak meneruskan
audit lapangan. Sehingga memutuskan vaksin AstraZeneca hukumnya haram,”
katanya.

Namun, Nafis menegaskan, dalam
kondisi terbatasnya vaksin Sinovac, vaksin Covid-19 keluaran AstraZeneca boleh
digunakan.

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
(BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memastikan tidak akan mengeluarkan sertifikat
halal vaksin AstraZeneca. Sebaliknya, mereka hanya akan menerbitkan surat
keterangan tidak halal.

Plt Kepala BPJPH Kemenag Mastuki
menerangkan, sesuai dengan namanya, sertifikasi halal diterbitkan BPJPH bagi
produk yang telah ditetapkan kehalalannya oleh MUI.

Selain itu, penetapan halal atau
tidak, bersifat final. “Sehingga tidak ada mekanisme atau kesempatan sanggah
dari pengaju atau produsen,” ujarnya dilansir dari JawaPos.com (jaringan prokalteng.co),
kemarin.

Sebelum ditetapkan status
kehalalan oleh MUI, sambungnya, sudah ada kesempatan komunikasi antara auditor
halal dan pelaku usaha.

Dalam proses tersebut, sudah ada
komunikasi terkait keterangan dokumen, bahan, serta proses produksi dan segala
kaitan audit produk. “Setelah auditor halal bekerja, hasilnya disampaikan
kepada MUI untuk dibuatkan fatwanya,” terangnya.

Baca Juga :  Jika Tak Penuhi Syarat Ini, Tunjangan Profesor Terancam Ditunda

Sementara, Ketua MUI Cholil Nafis
mengatakan, setelah mereka mengumumkan fatwa vaksin AstraZeneca, banyak warga
yang menanyakan soal hukumnya. “Kok haram, tapi boleh? Itulah istilah fikih
Islam bahwa halal itu beda dengan istilah boleh,” katanya.

Ia menjelaskan, ‘halal’ berarti
secara ketentuan syara’ tidak ada unsur yang diharamkan sama sekali. Sedangkan
‘boleh’ belum tentu halal, tetapi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
mendesak dan kadar tertentu serta tempo yang dibutuhkan.

Nafis lantas mengatakan, ada
pihak lain yang mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca halal dan tidak mengandung
babi. Misalnya, yang jadi keputusan NU Jawa Timur. “Mungkin metode dan
pemeriksaannya berbeda dengan yang dipedomani MUI,” jelasnya.

Baca Juga :  Banyak Masyarakat Tak Taat Imbauan

Bagi MUI, sambungnya, untuk
setiap produk yang ada babi dan turunannya serta yang menggunakan unsur tubuh
manusia, hukumnya haram. “Pertimbangan itu lebih karena metode yang digunakan
MUI adalah kehati-hatian atau ihtiathan Imam Syafi’i,” kata dia.

Nafis mengatakan, dari kajian
LPPOM MUI, memang dalam pembuatan inang virusnya, vaksin Astrazeneca
menggunakan tripsin dari pankreas babi. Keterangan itu didapat dari dokumen
yang disampaikan produsen. “Dokumen itu sudah cukup untuk tidak meneruskan
audit lapangan. Sehingga memutuskan vaksin AstraZeneca hukumnya haram,”
katanya.

Namun, Nafis menegaskan, dalam
kondisi terbatasnya vaksin Sinovac, vaksin Covid-19 keluaran AstraZeneca boleh
digunakan.

Terpopuler

Artikel Terbaru