32.1 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Nasib Guru Honorer yang Lulus PPPK Pun Masih Gelap

JAKARTA – Nasib guru honorer yang telah
dinyatakan lulus tes sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
masih belum mendapat kejelasan dari pemerintah. Pasalnya, setelah hampir 9
bulan dinyatakan lulus, hingga saat ini belum ada titik terang terkait status
mereka.

Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih
mendesak pemerintah, untuk segera mengeluarkan Perpres tentang jabatan PPPK,
untuk menyelesaikan PPPK tahap 1 yang dinyatakan lulus.

“Ini sudah sudah hampir 9 bulan yang sudah lulus PPPK dibiarkan begitu saja
tanpa ada proses tindak lanjut dengan alasan belum ada aturan pendukung,” kata
titi, Rabu (20/11).

Menurut Titi, kondisi ini dirasa sangat meresahkan bagi para pegawai
honorer yang selama ini sudah giat bekerja, namun tetap saja belum ada
kepastian.

“Kami sudah mengadu ke Menpan, BKN, KSP, hingga DPR RI alasanya ya masih
menunggu aturan,” ujarnya.

Bahkan Komisi II DPR RI pun, sempat mengangkat isu terkait PPPK yang tak
kunjung ada solusi namun jawaban dari pemerintah tetap serupa yakni masih perlu
aturan pendukung.

Baca Juga :  KIP Anugerahi Kemendag Sebagai "Badan Publik Informatif" Tahun 2021

Untuk itu, Titi mengemukakan, sampai saat ini tak ada pilihan lain bagi
para pegawai honorer untuk menunggu dalam ketidakpastian tersebut.

Namun Titi berharap, segera ada kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap
para pegawai honorer, terutama bagi yang telah lulus PPPK sekaligus mendorong
hal ini menjadi prioritas yang lebih.

“Saat ini keadaan kami masih sama, digaji Rp150.000 perbulan. Dan
dibayarkan tiap 3 bulan sekali Rp450.000,” katanya.

Pada Februari 2019, pemerintah membuka lowongan PPPK tahap I sebanyak 75
ribu orang khusus honorer K2. Sayangnya, sekitar 25 ribuan tidak lulus tes
karena nilainya di bawah passing grade.

Namun, hingga saat ini, nasib 50 ribuan honorer K2 yang lulus tes PPPK
belum jelas dengan alasan terkendala dana dan belum terbitnya Perpres tentang
jabatan PPPK.

Menjawab hal tersebut, Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur KemenPAN-RB
Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, bahwa proses penetapan NIP PPPK masih
terkendala regulasi.

Menurutnya, kendati sudah ada PP Manajemen PPPK, tetapi harus ada regulasi
pendamping yaitu Perpres yang mengatur soal jabatan apa saja yang diisi PPPK,
penggajian, serta tunjangan.

Baca Juga :  Cari Pacar Tak Ketemu, Seorang Gadis Aniaya Pemuda Hingga Tewas

“Kami masih menunggu itu kalau sudah ditetapkan, proses penetapan NIP nya
segera dilakukan,” tandasnya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, mendesak
pengangkatan honorer K2 menjadi PNS tidak perlu pakai tes.

“Sudahlah, tidak usah dites lagi honorer K2 itu. Mereka sudah lihai karena
puluhan tahun bekerja. Kalau yang sudah tua-tua itu dites dengan soal kekinian
pasti enggak lulus-lulus mereka,” katanya.

Menurut Hugua tenaga teknis lainnya seperti sopir, penjaga sekolah, petugas
damkar, administrasi di kantor kelurahan, sangat tidak logis kalau disuruh ikut
tes.

“Dengan usia yang tidak muda lagi akan sulit mereka beradaptasi dengan
komputer. Segampang apapun soalya, akan sulit karena mereka sudah tidak muda
lagi,” terangnya.

“Angkat saja mereka jadi PNS, toh cuma beberapa tahun lagi mereka pensiun.
Apa enggak kasihan tuh, lama mengabdi tetapi mengicip status PNS,” imbuhnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Nasib guru honorer yang telah
dinyatakan lulus tes sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
masih belum mendapat kejelasan dari pemerintah. Pasalnya, setelah hampir 9
bulan dinyatakan lulus, hingga saat ini belum ada titik terang terkait status
mereka.

Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih
mendesak pemerintah, untuk segera mengeluarkan Perpres tentang jabatan PPPK,
untuk menyelesaikan PPPK tahap 1 yang dinyatakan lulus.

“Ini sudah sudah hampir 9 bulan yang sudah lulus PPPK dibiarkan begitu saja
tanpa ada proses tindak lanjut dengan alasan belum ada aturan pendukung,” kata
titi, Rabu (20/11).

Menurut Titi, kondisi ini dirasa sangat meresahkan bagi para pegawai
honorer yang selama ini sudah giat bekerja, namun tetap saja belum ada
kepastian.

“Kami sudah mengadu ke Menpan, BKN, KSP, hingga DPR RI alasanya ya masih
menunggu aturan,” ujarnya.

Bahkan Komisi II DPR RI pun, sempat mengangkat isu terkait PPPK yang tak
kunjung ada solusi namun jawaban dari pemerintah tetap serupa yakni masih perlu
aturan pendukung.

Baca Juga :  KIP Anugerahi Kemendag Sebagai "Badan Publik Informatif" Tahun 2021

Untuk itu, Titi mengemukakan, sampai saat ini tak ada pilihan lain bagi
para pegawai honorer untuk menunggu dalam ketidakpastian tersebut.

Namun Titi berharap, segera ada kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap
para pegawai honorer, terutama bagi yang telah lulus PPPK sekaligus mendorong
hal ini menjadi prioritas yang lebih.

“Saat ini keadaan kami masih sama, digaji Rp150.000 perbulan. Dan
dibayarkan tiap 3 bulan sekali Rp450.000,” katanya.

Pada Februari 2019, pemerintah membuka lowongan PPPK tahap I sebanyak 75
ribu orang khusus honorer K2. Sayangnya, sekitar 25 ribuan tidak lulus tes
karena nilainya di bawah passing grade.

Namun, hingga saat ini, nasib 50 ribuan honorer K2 yang lulus tes PPPK
belum jelas dengan alasan terkendala dana dan belum terbitnya Perpres tentang
jabatan PPPK.

Menjawab hal tersebut, Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur KemenPAN-RB
Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, bahwa proses penetapan NIP PPPK masih
terkendala regulasi.

Menurutnya, kendati sudah ada PP Manajemen PPPK, tetapi harus ada regulasi
pendamping yaitu Perpres yang mengatur soal jabatan apa saja yang diisi PPPK,
penggajian, serta tunjangan.

Baca Juga :  Cari Pacar Tak Ketemu, Seorang Gadis Aniaya Pemuda Hingga Tewas

“Kami masih menunggu itu kalau sudah ditetapkan, proses penetapan NIP nya
segera dilakukan,” tandasnya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, mendesak
pengangkatan honorer K2 menjadi PNS tidak perlu pakai tes.

“Sudahlah, tidak usah dites lagi honorer K2 itu. Mereka sudah lihai karena
puluhan tahun bekerja. Kalau yang sudah tua-tua itu dites dengan soal kekinian
pasti enggak lulus-lulus mereka,” katanya.

Menurut Hugua tenaga teknis lainnya seperti sopir, penjaga sekolah, petugas
damkar, administrasi di kantor kelurahan, sangat tidak logis kalau disuruh ikut
tes.

“Dengan usia yang tidak muda lagi akan sulit mereka beradaptasi dengan
komputer. Segampang apapun soalya, akan sulit karena mereka sudah tidak muda
lagi,” terangnya.

“Angkat saja mereka jadi PNS, toh cuma beberapa tahun lagi mereka pensiun.
Apa enggak kasihan tuh, lama mengabdi tetapi mengicip status PNS,” imbuhnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru