33.8 C
Jakarta
Tuesday, April 16, 2024

Perusahaan Pers Dapat Insentif Pajak

JAKARTA – Pemerintah memastikan perusahaan pers di Indonesia akan
mendapatkan insentif pajak. Ini dilakukan untuk keberlangsungan industri media
yang terdampak pandemi COVID-19. Perusahaan pers di pusat dan di daerah
mengalami kesulitan secara ekonomi.

“Kami sudah koordinasi pada akhir
pada Jumat (17/4) dalam Rapat Terbatas dengan Menko Perekonomian bersama
Menteri Keuangan. Diputuskan bahwa perusahaan pers mendapatkan insentif pajak,”
kata Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, saat Rapat Dengar Pendapat Komisi I
DPR dengan KPI dan Dewan Pers secara virtual, di Jakarta, Senin (20/4).

Saat ini pemberian insentif dalam
tahap finalisasi. Karena semua perusahaan pers tidak sama. Nnamun intinya
perusahaan pers akan dibantu pajaknya oleh pemerintah. Politisi Partai Golkar
ini menyebut pandemi COVID-19 tak hanya menyulitkan masyarakat. Perusahaan pers
juga terkena imbasnya. Karena itu, lanjutnya, Komisi I DPR sudah berkoordinasi
dengan Dewan Pers agar perusahaan pers memperoleh insentif dari pemerintah.

“Kita tahu perusahaan pers di
pusat dan di daerah mengalami kesulitan secara ekonomi. Seperti perawatan
produksi dan gaji karyawan,” imbuhnya.

Dalam RDP itu, mantan wartawati
tersebut juga meminta Dewan Pers agar pemberitaan terkait pandemi COVID-19
lebih banyak menampilkan membangun semangat dan jiwa positif dan solidaritas
kebersamaan. Kritik masyarakat memang harus ada. Namun ada hal-hal yang perlu
ditingkatkan dalam masa pandemi ini. Yakni solidaritas bersama-sama mengatasi
COVID-19.

Baca Juga :  Enam Fakta Pasutri Pelaku Bom Bunuh Diri di Makasar

RDP Komisi I DPR bersama KPI dan
Dewan Pers tersebut berlangsung secara virtual dengan dipimpin Wakil Ketua
Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Kristiono, dan dihadiri para
anggota Komisi I DPR. RDP tersebut juga dihadiri Ketua KPI, Agung Suprio,
bersama anggota KPI, dan Ketua Dewan Pers, M Nuh, serta anggota lain Dewan
Pers.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi
I DPR RI Bambang Kristiono menegaskan Komisi I mendukung Dewan Pers
mengoptimalkan imbauan kepada media agar menjalankan kode etik jurnalistik saat
melakukan peliputan COVID-19.

“Media massa harus tetap
memperhatikan Kode Etik Jurnalistik saat melakukan peliputan. Terutama terkait
COVID-19. Selain itu, Dewan Pers diminta secara aktif dan berkelanjutan,
melindungi tugas jurnalis. Ini penting dalam rangka menjaga keamanan kerja saat
melakukan peliputan demi keberlangsungan eksistensi perusahaan pers,” kata
Bambang.

Terpisah, Ketua Dewan Pers M Nuh
mengklaim media senang memberitakan pasien COVID-19 yang telah sembuh. Hal itu,
kata Nuh, artinya memunculkan harapan dan optimisme agar pandemi segera
berlalu. “Ketika ada yang sembuh lalu diberitakan jumlahnya. Ini memberikan
optimisme kepada masyarakat bahwa COVID-19 bisa disembuhkan. Tetapi, tidak
boleh meremehkan,” ujar Nuh.

Baca Juga :  COVID-19 Serang Seribu Lebih Prajurit TNI

Dia mengatakan terkait kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil beberapa pemerintah
daerah, mendapatkan perhatian media. Sebab, menimbulkan beberapa persoalan.
Media pun memberikan kritik. Namun, lanjutnya, kritik media terkait kebijakan
tersebut bukan hal yang negatif.

“Sebab, ini merupakan upaya
menyempurnakan kebijakan yang akan diterapkan. Kami tetap pada kode etik
jurnalistik. Ini menjadi ruh dari kawan-kawan media. Sepanjang masih berada di
koridor jurnalistik, maka kritik itu bagian dari usaha dan tugas. Meski itu
harus disampaikan dalam bahasa yang santun,” paparnya.

Mantan Mendikbud ini mengakui
pemberitaan media terkait COVID-19 ada yang sensasional. Sehingga menimbulkan
kehebohan di masyarakat. Namun, ada juga pemberitaan yang kurang edukatif bagi
publik. Misalnya tidak akurat dan kurang selektif memilih narasumber.
“Realitasnya begitu. Pemberitaan hanya parsial dengan satu kasus tertentu.
Media massa juga harus dikritik. Sehingga ada check and balances dari seluruh
pilar demokrasi. Itu semua harus dilakukan,” paparnya.

JAKARTA – Pemerintah memastikan perusahaan pers di Indonesia akan
mendapatkan insentif pajak. Ini dilakukan untuk keberlangsungan industri media
yang terdampak pandemi COVID-19. Perusahaan pers di pusat dan di daerah
mengalami kesulitan secara ekonomi.

“Kami sudah koordinasi pada akhir
pada Jumat (17/4) dalam Rapat Terbatas dengan Menko Perekonomian bersama
Menteri Keuangan. Diputuskan bahwa perusahaan pers mendapatkan insentif pajak,”
kata Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, saat Rapat Dengar Pendapat Komisi I
DPR dengan KPI dan Dewan Pers secara virtual, di Jakarta, Senin (20/4).

Saat ini pemberian insentif dalam
tahap finalisasi. Karena semua perusahaan pers tidak sama. Nnamun intinya
perusahaan pers akan dibantu pajaknya oleh pemerintah. Politisi Partai Golkar
ini menyebut pandemi COVID-19 tak hanya menyulitkan masyarakat. Perusahaan pers
juga terkena imbasnya. Karena itu, lanjutnya, Komisi I DPR sudah berkoordinasi
dengan Dewan Pers agar perusahaan pers memperoleh insentif dari pemerintah.

“Kita tahu perusahaan pers di
pusat dan di daerah mengalami kesulitan secara ekonomi. Seperti perawatan
produksi dan gaji karyawan,” imbuhnya.

Dalam RDP itu, mantan wartawati
tersebut juga meminta Dewan Pers agar pemberitaan terkait pandemi COVID-19
lebih banyak menampilkan membangun semangat dan jiwa positif dan solidaritas
kebersamaan. Kritik masyarakat memang harus ada. Namun ada hal-hal yang perlu
ditingkatkan dalam masa pandemi ini. Yakni solidaritas bersama-sama mengatasi
COVID-19.

Baca Juga :  Enam Fakta Pasutri Pelaku Bom Bunuh Diri di Makasar

RDP Komisi I DPR bersama KPI dan
Dewan Pers tersebut berlangsung secara virtual dengan dipimpin Wakil Ketua
Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Kristiono, dan dihadiri para
anggota Komisi I DPR. RDP tersebut juga dihadiri Ketua KPI, Agung Suprio,
bersama anggota KPI, dan Ketua Dewan Pers, M Nuh, serta anggota lain Dewan
Pers.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi
I DPR RI Bambang Kristiono menegaskan Komisi I mendukung Dewan Pers
mengoptimalkan imbauan kepada media agar menjalankan kode etik jurnalistik saat
melakukan peliputan COVID-19.

“Media massa harus tetap
memperhatikan Kode Etik Jurnalistik saat melakukan peliputan. Terutama terkait
COVID-19. Selain itu, Dewan Pers diminta secara aktif dan berkelanjutan,
melindungi tugas jurnalis. Ini penting dalam rangka menjaga keamanan kerja saat
melakukan peliputan demi keberlangsungan eksistensi perusahaan pers,” kata
Bambang.

Terpisah, Ketua Dewan Pers M Nuh
mengklaim media senang memberitakan pasien COVID-19 yang telah sembuh. Hal itu,
kata Nuh, artinya memunculkan harapan dan optimisme agar pandemi segera
berlalu. “Ketika ada yang sembuh lalu diberitakan jumlahnya. Ini memberikan
optimisme kepada masyarakat bahwa COVID-19 bisa disembuhkan. Tetapi, tidak
boleh meremehkan,” ujar Nuh.

Baca Juga :  COVID-19 Serang Seribu Lebih Prajurit TNI

Dia mengatakan terkait kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil beberapa pemerintah
daerah, mendapatkan perhatian media. Sebab, menimbulkan beberapa persoalan.
Media pun memberikan kritik. Namun, lanjutnya, kritik media terkait kebijakan
tersebut bukan hal yang negatif.

“Sebab, ini merupakan upaya
menyempurnakan kebijakan yang akan diterapkan. Kami tetap pada kode etik
jurnalistik. Ini menjadi ruh dari kawan-kawan media. Sepanjang masih berada di
koridor jurnalistik, maka kritik itu bagian dari usaha dan tugas. Meski itu
harus disampaikan dalam bahasa yang santun,” paparnya.

Mantan Mendikbud ini mengakui
pemberitaan media terkait COVID-19 ada yang sensasional. Sehingga menimbulkan
kehebohan di masyarakat. Namun, ada juga pemberitaan yang kurang edukatif bagi
publik. Misalnya tidak akurat dan kurang selektif memilih narasumber.
“Realitasnya begitu. Pemberitaan hanya parsial dengan satu kasus tertentu.
Media massa juga harus dikritik. Sehingga ada check and balances dari seluruh
pilar demokrasi. Itu semua harus dilakukan,” paparnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru