31.5 C
Jakarta
Friday, April 19, 2024

Ombudsman Ingatkan Maladministrasi Iuran JKN

JAKARTA-Putusan
Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan tentang pembatalan kenaikan iuran
BPJS Kesehatan belum berjalan optimal. Malah, Ombudsman Republik Indonesia
masih menerima keluhan dan pertanyaan terkait nominal iuran tersebut. Ombudsman
pun menegaskan jika tidak segera ada kepastian aturan terkait iuran, maka akan
terjadi maladministrasi.

Berdasarkan pengamatan
Ombudsman, iuran bulan April ini masih menggunakan besaran iuran baru sesuai
Perpres 75/2019. Padahal berdasarkan Putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020 yang
dibacakan tanggl 27 Februari lalu itu, iuran tersebut dinyatakan batal dan
tidak berlaku. MA menimbang bahwa keberatan yang disampaikan oleh Komunitas
Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) memenuhi syarat dan penerapan iuran baru
pun dinilai melanggar aturan lain yang sudah ada.

Komisioner Ombudsman RI
Alamsyah Saragih menegaskan jika tidak segera ada perubahan, maka penarikan
iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan setelah bulan
Februari 2020 bisa dianggap sebagai maladministrasi.

Baca Juga :  Ketika Vaksin Covid-19 Ditemukan, Dunia Belum Tentu Kembali Normal?

“Kami berpendapat
bahwa penerapan penarikan iuran dengan tetap 
menerapkan angka yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan
berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum atau pungutan
ilegal,” jelasnya kemarin (17/4).

Menurut Ombudsman, hal
ini seharusnya diselesaikan dengan menerbitkan aturan baru atau merevisi aturan
yang sudah ada dengan mengembalikan nominal iuran ke angka semula. Perubahan
itu bisa berupa Peraturan Presiden pengganti Perpres 75/2019. Perpres
dibutuhkan sebagai penegas untuk mencegah terjadinya kekacauan sistem jaminan
kesehatan nasional itu sendiri.

Meskipun belum ada
Perpes, Alamsyah menegaskan bahwa sebenarnya BPJS Kesehatan sudah bisa menerapkan
perubahan nominal seperti sedia kala tanpa harus menunggu peraturan pengganti.
Karena sudah ada putusan MA yang menjadi landasan hukum.

Baca Juga :  KSN SMA 2020 Digelar Daring

Kondisi yang masih
abu-abu ini jelas menimbulkan kekhawatiran di pihak peserta JKN. Alamsyah
menerangkan ada beberapa pertanyaan masyarakat yang belum terjawab hingga
sekarang. Antara lain kelebihan bayar selama Maret-April ini akankah
dikembalikan dan apakah mereka akan dikenai sanksi administratif jika menolak.

Namun, Alamsyah
menegaskan seharusnya BPJS Kesehatan tidak menerapkan sanksi administratif yang
dimaksud apabila ada peserta yang menolak membayar iuran sesuai nominal yang
baru, karena nominal itu sudah tidak punya kekuatan hukum lagi. “Kita akan
lakukan pemeriksaan inisiatif untuk hal tersebut nanti,” lanjutnya. 

JAKARTA-Putusan
Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan tentang pembatalan kenaikan iuran
BPJS Kesehatan belum berjalan optimal. Malah, Ombudsman Republik Indonesia
masih menerima keluhan dan pertanyaan terkait nominal iuran tersebut. Ombudsman
pun menegaskan jika tidak segera ada kepastian aturan terkait iuran, maka akan
terjadi maladministrasi.

Berdasarkan pengamatan
Ombudsman, iuran bulan April ini masih menggunakan besaran iuran baru sesuai
Perpres 75/2019. Padahal berdasarkan Putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020 yang
dibacakan tanggl 27 Februari lalu itu, iuran tersebut dinyatakan batal dan
tidak berlaku. MA menimbang bahwa keberatan yang disampaikan oleh Komunitas
Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) memenuhi syarat dan penerapan iuran baru
pun dinilai melanggar aturan lain yang sudah ada.

Komisioner Ombudsman RI
Alamsyah Saragih menegaskan jika tidak segera ada perubahan, maka penarikan
iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan setelah bulan
Februari 2020 bisa dianggap sebagai maladministrasi.

Baca Juga :  Ketika Vaksin Covid-19 Ditemukan, Dunia Belum Tentu Kembali Normal?

“Kami berpendapat
bahwa penerapan penarikan iuran dengan tetap 
menerapkan angka yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan
berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum atau pungutan
ilegal,” jelasnya kemarin (17/4).

Menurut Ombudsman, hal
ini seharusnya diselesaikan dengan menerbitkan aturan baru atau merevisi aturan
yang sudah ada dengan mengembalikan nominal iuran ke angka semula. Perubahan
itu bisa berupa Peraturan Presiden pengganti Perpres 75/2019. Perpres
dibutuhkan sebagai penegas untuk mencegah terjadinya kekacauan sistem jaminan
kesehatan nasional itu sendiri.

Meskipun belum ada
Perpes, Alamsyah menegaskan bahwa sebenarnya BPJS Kesehatan sudah bisa menerapkan
perubahan nominal seperti sedia kala tanpa harus menunggu peraturan pengganti.
Karena sudah ada putusan MA yang menjadi landasan hukum.

Baca Juga :  KSN SMA 2020 Digelar Daring

Kondisi yang masih
abu-abu ini jelas menimbulkan kekhawatiran di pihak peserta JKN. Alamsyah
menerangkan ada beberapa pertanyaan masyarakat yang belum terjawab hingga
sekarang. Antara lain kelebihan bayar selama Maret-April ini akankah
dikembalikan dan apakah mereka akan dikenai sanksi administratif jika menolak.

Namun, Alamsyah
menegaskan seharusnya BPJS Kesehatan tidak menerapkan sanksi administratif yang
dimaksud apabila ada peserta yang menolak membayar iuran sesuai nominal yang
baru, karena nominal itu sudah tidak punya kekuatan hukum lagi. “Kita akan
lakukan pemeriksaan inisiatif untuk hal tersebut nanti,” lanjutnya. 

Terpopuler

Artikel Terbaru