26.3 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

Lockdown Menyeluruh Harus Pertimbangkan Data dan Psikologis Warga

Pemprov
DKI Jakarta sudah menetapkan status lockdown di beberapa objek vital. Jika
nantinya ibu kota mengalami lockdown secara menyeluruh, yang menjadi pertanyaan
adalah terkait efek bagi perekonomian di tanah air.

Terkait
hal itu, ekonom Bank Permata, Josua Pardede menuturkan, jika pemerintah
memutuskan lockdown harus berdasarkan data outbreak dan tingkat kematian yang
valid. Artinya, perlu memastikan bahwa tingkat kematian tinggi terhadap seluruh
populasi warga DKI Jakarta.

“Karena
kalau rasio kematian saat ini hanya mempertimbangkan pasien yang terpapar
Covid-19, sepertinya kesimpulannya agak misleading. Dan pemerintah harus
mendorong seluruh masyarakat melakukan tes Covid-19,” beber Josua kepada Jawa
Pos, Minggu (15/3).

Menurut
dia, seandainya wabah Covid-19 semakin memburuk dan memaksa pemerintah
melakukan lockdown menyeluruh, tentu akan berdampak signifikan terhadap
perekonomian dalam jangka pendek. Khususnya pada kuartal I 2020. Meski
demikian, dengan lockdown penanganan Covid-19 lebih cepat. Sehingga dampak
negatif terhadap perekonomian tidak berkepanjangan.

Baca Juga :  Tumbuhkan Jiwa Wirausaha, BRI Gelar BRIncubator Goes to Campus

Ketersediaan
logistik untuk masyarakat perlu dipastikan. Setidaknya sampai masa lockdown
selesai. Keputusan pemerintah menonaktifkan kegiatan di seluruh sektor memang
sulit.

“Kalau
outbreak di Indonesia cukup pesat dengan tingkat kematian yang cukup tinggi
dibandingkan dengan negara lain, menurut saya keputusan lockdown perlu
diambil,” ucap pria yang juga menjabat Vice President Economist Bank Permata
itu.

Hanya
saja, lanjut Josua, perlu pertimbangan lain untuk melakukan lockdown agar tidak
memberikan kepanikan di masyarakat. Selain data rasio kematian dan suspect,
juga perlu mempertimbangkan efek psikologis dari keputusan lockdown tersebut.

Josua
mengatakan, keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengurangi
kegiatan tempat umum, menutup sementara kegiatan belajar mengajar, sudah tepat.
Harapannya, bisa mengurangi penyebaran.

Baca Juga :  Airlangga Hadiri Tradisi Yaa Qowiyyu, Ganjar Turut Mendampingi

Sementara
itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima
Yudhistira menolak jika DKI Jakarta dilakukan lockdown menyeluruh. Menurut dia,
70 persen pergerakan uang nasional berada di Ibu Kota. Langkah tersebut terlalu
berisiko lantaran aktivitas ekonomi akan berhenti.

“Bisa
jadi Indonesia krisis karena Jakarta lockdown,” ujar Bhima.(jpc)

 

Pemprov
DKI Jakarta sudah menetapkan status lockdown di beberapa objek vital. Jika
nantinya ibu kota mengalami lockdown secara menyeluruh, yang menjadi pertanyaan
adalah terkait efek bagi perekonomian di tanah air.

Terkait
hal itu, ekonom Bank Permata, Josua Pardede menuturkan, jika pemerintah
memutuskan lockdown harus berdasarkan data outbreak dan tingkat kematian yang
valid. Artinya, perlu memastikan bahwa tingkat kematian tinggi terhadap seluruh
populasi warga DKI Jakarta.

“Karena
kalau rasio kematian saat ini hanya mempertimbangkan pasien yang terpapar
Covid-19, sepertinya kesimpulannya agak misleading. Dan pemerintah harus
mendorong seluruh masyarakat melakukan tes Covid-19,” beber Josua kepada Jawa
Pos, Minggu (15/3).

Menurut
dia, seandainya wabah Covid-19 semakin memburuk dan memaksa pemerintah
melakukan lockdown menyeluruh, tentu akan berdampak signifikan terhadap
perekonomian dalam jangka pendek. Khususnya pada kuartal I 2020. Meski
demikian, dengan lockdown penanganan Covid-19 lebih cepat. Sehingga dampak
negatif terhadap perekonomian tidak berkepanjangan.

Baca Juga :  Tumbuhkan Jiwa Wirausaha, BRI Gelar BRIncubator Goes to Campus

Ketersediaan
logistik untuk masyarakat perlu dipastikan. Setidaknya sampai masa lockdown
selesai. Keputusan pemerintah menonaktifkan kegiatan di seluruh sektor memang
sulit.

“Kalau
outbreak di Indonesia cukup pesat dengan tingkat kematian yang cukup tinggi
dibandingkan dengan negara lain, menurut saya keputusan lockdown perlu
diambil,” ucap pria yang juga menjabat Vice President Economist Bank Permata
itu.

Hanya
saja, lanjut Josua, perlu pertimbangan lain untuk melakukan lockdown agar tidak
memberikan kepanikan di masyarakat. Selain data rasio kematian dan suspect,
juga perlu mempertimbangkan efek psikologis dari keputusan lockdown tersebut.

Josua
mengatakan, keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengurangi
kegiatan tempat umum, menutup sementara kegiatan belajar mengajar, sudah tepat.
Harapannya, bisa mengurangi penyebaran.

Baca Juga :  Airlangga Hadiri Tradisi Yaa Qowiyyu, Ganjar Turut Mendampingi

Sementara
itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima
Yudhistira menolak jika DKI Jakarta dilakukan lockdown menyeluruh. Menurut dia,
70 persen pergerakan uang nasional berada di Ibu Kota. Langkah tersebut terlalu
berisiko lantaran aktivitas ekonomi akan berhenti.

“Bisa
jadi Indonesia krisis karena Jakarta lockdown,” ujar Bhima.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru