29 C
Jakarta
Wednesday, April 24, 2024

Komposisi Kuota PPDB Zonasi 2020 Diubah, Begini Rinciannya

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mengubah komposisi kuota Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis Zonasi
pada 2020. Jika sebelumnya jalur prestasi hanya 15 persen, untuk tahun depan
kuotanya ditambah menjadi maksimal 30 persen.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, akan ada perubahan persentase siswa
berdasarkan zonasi dan prestasi. Dengan demikian, sistem zonasi bisa diterapkan
dengan lebih fleksibel, untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di
berbagai daerah.

“Jadi arahan kebijakan ke
depannya adalah sedikit kelonggaran kita berikan di zonasi, yang tadinya
prestasi 15% sekarang 30%,” kata Nadiem, Rabu (11/12)

Nadiem menuturkan, bahwa
perubahan ini sebagai upaya untuk mencapai pemerataan sekaligus juga memenuhi
aspirasi orang tua, yang ingin anak-anak berprestasi bisa mendapatkan pilihan
sekolah yang diinginkan.

“Jadi bagi orang tua semangat
mendorong anaknya untuk mendapatkan angka dan prestasi yang baik. Ini menjadi
kesempatan untuk mereka mencapai sekolah yang mereka inginkan,” tuturnya.

Nadiem menjelaskan, untuk
pembagian 70 persen kuota sisanya tetap mengikuti tiga kriteria, yaitu minimum
zonasi adalah 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, jalur afirmasi untuk
pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan jalur perpindahan 5%.

Baca Juga :  KRI Nanggala-402 Dipastikan Tenggelam

Nadiem juga menyinggung soal
pemerataan guru. Menurutnya, memeratakan siswa tidak cukup untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Hal yang akan lebih berpengaruh adalah
pemerataan guru.

“Pemerataan kualitas guru akan
berdampak lebih besar. Oleh sebab itu, kami akan mendorong kepala dinas untuk
terus melakukan evaluasi paling tidak dari jumlah kuantitas guru,” terangnya.

Terlebih lagi kata Nadiem,
apabila ada guru-guru yang berkumpul di satu sekolah, maka perlu dilakukan
distribusi yang adil bagi sekolah yang membutuhkan.

“Jadi mohon ini jadi prioritas
nomor satu untuk sekolah yang kekurangan guru. Untuk sekolah kekurangan guru
dilakukan distribusi yang baik,” katanya.

Sementara itu, Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir
Effendy mengapresiasi keputusan Mendikbud Nadiem Makarim soal sistem zonasi.

“Satu hal yang sangat bertentangan
dengan Pancasila adalah adanya kastanisasi sekolah. Oleh sebab itu, kebijakan
zonasi sangat penting untuk menghilangkan kastanisasi tersebut,” tuturnya.

Perubahan persentase ini juga
disambut baik oleh Kepala Dinas Kabupaten Blitar, Budi Kusumo. Menurutnya, pada
saat zonasi mulai diterapkan secara masif mulai tahun 2019, pihaknya cukup
kesulitan dengan zonasi minimal 90 persen yang akhirnya diganti menjadi 80
persen.

Baca Juga :  Tetapkan Korban Jadi Tersangka, Kapolsek Dicopot dan Nangis-nangis

“Selama ini, Kabupaten Blitar
juga telah melaksanakan zonasi meskipun tidak semasif yang dilakukan pada 2019.
Meski begitu, anak-anak yang memiliki prestasi nonakademis memang harus
diakomodasi. Dengan adanya perubahan ini, kami berterimakasih kepada
Kemendikbud,” tuturnya.

Pernyataan berbeda justru datang
dari Kepala Dinas Kabupaten Fakfak, Hermanto. Menurutnya, kebijakan dari pusat
cukup berat dilakukan di daerahnya.

“Tapi kami akan tetap mencoba
melaksanakan kebijakan tersebut dan melihat bagaimana nanti apabila mulai dilakukan,”
ujarnya.

Hermanto menjelaskan, sistem
zonasi sendiri untuk di daerahnya tidak bisa diterapkan di semua lokasi. Bagi
daerah yang berada di pusat kota akan lebih mudah dilakukan PPDB zonasi, namun
bagi daerah di desa akan sulit untuk dilakukan.

“Di kota bisa, tapi yang di
kampung-kampung, di kecamatan enggak bisa karena di sana penduduknya sedikit.
Kami 20 sampai 50 KK itu sudah jadi satu kampung. Jadi kalau zonasi kami
terapkan di kampung tidak bisa, karena muridnya sedikit sekali,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mengubah komposisi kuota Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis Zonasi
pada 2020. Jika sebelumnya jalur prestasi hanya 15 persen, untuk tahun depan
kuotanya ditambah menjadi maksimal 30 persen.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, akan ada perubahan persentase siswa
berdasarkan zonasi dan prestasi. Dengan demikian, sistem zonasi bisa diterapkan
dengan lebih fleksibel, untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di
berbagai daerah.

“Jadi arahan kebijakan ke
depannya adalah sedikit kelonggaran kita berikan di zonasi, yang tadinya
prestasi 15% sekarang 30%,” kata Nadiem, Rabu (11/12)

Nadiem menuturkan, bahwa
perubahan ini sebagai upaya untuk mencapai pemerataan sekaligus juga memenuhi
aspirasi orang tua, yang ingin anak-anak berprestasi bisa mendapatkan pilihan
sekolah yang diinginkan.

“Jadi bagi orang tua semangat
mendorong anaknya untuk mendapatkan angka dan prestasi yang baik. Ini menjadi
kesempatan untuk mereka mencapai sekolah yang mereka inginkan,” tuturnya.

Nadiem menjelaskan, untuk
pembagian 70 persen kuota sisanya tetap mengikuti tiga kriteria, yaitu minimum
zonasi adalah 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, jalur afirmasi untuk
pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan jalur perpindahan 5%.

Baca Juga :  KRI Nanggala-402 Dipastikan Tenggelam

Nadiem juga menyinggung soal
pemerataan guru. Menurutnya, memeratakan siswa tidak cukup untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Hal yang akan lebih berpengaruh adalah
pemerataan guru.

“Pemerataan kualitas guru akan
berdampak lebih besar. Oleh sebab itu, kami akan mendorong kepala dinas untuk
terus melakukan evaluasi paling tidak dari jumlah kuantitas guru,” terangnya.

Terlebih lagi kata Nadiem,
apabila ada guru-guru yang berkumpul di satu sekolah, maka perlu dilakukan
distribusi yang adil bagi sekolah yang membutuhkan.

“Jadi mohon ini jadi prioritas
nomor satu untuk sekolah yang kekurangan guru. Untuk sekolah kekurangan guru
dilakukan distribusi yang baik,” katanya.

Sementara itu, Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir
Effendy mengapresiasi keputusan Mendikbud Nadiem Makarim soal sistem zonasi.

“Satu hal yang sangat bertentangan
dengan Pancasila adalah adanya kastanisasi sekolah. Oleh sebab itu, kebijakan
zonasi sangat penting untuk menghilangkan kastanisasi tersebut,” tuturnya.

Perubahan persentase ini juga
disambut baik oleh Kepala Dinas Kabupaten Blitar, Budi Kusumo. Menurutnya, pada
saat zonasi mulai diterapkan secara masif mulai tahun 2019, pihaknya cukup
kesulitan dengan zonasi minimal 90 persen yang akhirnya diganti menjadi 80
persen.

Baca Juga :  Tetapkan Korban Jadi Tersangka, Kapolsek Dicopot dan Nangis-nangis

“Selama ini, Kabupaten Blitar
juga telah melaksanakan zonasi meskipun tidak semasif yang dilakukan pada 2019.
Meski begitu, anak-anak yang memiliki prestasi nonakademis memang harus
diakomodasi. Dengan adanya perubahan ini, kami berterimakasih kepada
Kemendikbud,” tuturnya.

Pernyataan berbeda justru datang
dari Kepala Dinas Kabupaten Fakfak, Hermanto. Menurutnya, kebijakan dari pusat
cukup berat dilakukan di daerahnya.

“Tapi kami akan tetap mencoba
melaksanakan kebijakan tersebut dan melihat bagaimana nanti apabila mulai dilakukan,”
ujarnya.

Hermanto menjelaskan, sistem
zonasi sendiri untuk di daerahnya tidak bisa diterapkan di semua lokasi. Bagi
daerah yang berada di pusat kota akan lebih mudah dilakukan PPDB zonasi, namun
bagi daerah di desa akan sulit untuk dilakukan.

“Di kota bisa, tapi yang di
kampung-kampung, di kecamatan enggak bisa karena di sana penduduknya sedikit.
Kami 20 sampai 50 KK itu sudah jadi satu kampung. Jadi kalau zonasi kami
terapkan di kampung tidak bisa, karena muridnya sedikit sekali,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru