32.3 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Menkeu Evaluasi Dana Transfer ke Pemda

JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
menyentil dirinya. Soal anggaran jumbo namun, belum mampu meningkatkan kualitas
sumber daya alam. Justru, dia menyampaikan adanya anomali anggaran fungsi
pendidikan.

Setiap tahun, dana alokasi umum (DAU) pendidikan selalu naik. Dalam 10
tahun terakhir, dana tersebut meningkat 221 persen. Dari 2009 sebesar Rp 153
triliun menjadi Rp 429,5 triliun pada 2019. Dana sebanyak itu digunakan untuk
gaji dan tunjangan guru ASN (aparatur sipil negara).

Padahal, lanjut Muhadjir, lebih dari 40 ribu guru pensiun setiap tahun.
Sementara itu, tidak ada pengangkatan guru ASN baru dalam dua tahun terakhir.
Di sisi lain, ketika Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemen PAN-RB) menyetujui jatah pengangkatan 155 ribu guru ASN,
mayoritas pemerintah daerah (pemda) enggan mengambil kuota tersebut.

Baca Juga :  Pemindahan Ibu Kota Harus Ada UU Khusus

Alasannya, tidak ada anggaran. Akibatnya, banyak sekolah-sekolah merekrut
guru honorer sebagai pengganti para guru yang pensiun. Gajinya diambil dari
dana BOS (bantuan operasional sekolah). “Sehingga tujuan BOS yang seharusnya
biaya operasional sekolah tidak optimal,” keluh Muhadjir kemarin.

Masalah itu pula yang membuat Muhadjir meminta para guru yang sudah purna
tugas untuk tetap memberikan pengabdian mereka. Sampai ada guru PNS
penggantinya. Selama pengabdian tersebut status guru itu tetap pensiunan.
Gajinya diambil dari dana BOS. “Itu yang saya sebut anomali anggaran fungsi
pendidikan yang ditransfer ke daerah. Penjelasan itu saya sampaikan ke Bu
Menkeu saat rapat di Kemenkeu, Kamis lalu (1/8),” terang menteri 63 tahun itu.

Apakah ada dugaan potensi penyelewengan anggaran pendidikan di daerah?
Muhadjir enggan berspekulasi. Hanya, di setiap laporan anggaran, pemda menyebut
diperkirakan untuk pendidikan. Kemendikbud bersama Kemenkeu sedang membahas dan
mengevaluasi masalah tersebut. Keduanya sudah dua kali bertemu pada 26 dan 31
Juli di kantor Kemenkeu.

Baca Juga :  Jaga Ekonomi Indonesia, BRI Bangkitkan Pelaku UMKM

“Hingga saat ini saya masih menunggu penjelasan dari Dirjen Guru dan Tenaga
Kependidikan mengapa daerah tidak mau mengambil jatah guru seleksi ASN (CPNS
dan PPPPK, red),” kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, masalah itu yang membuat kualitas
sumber daya manusia di bidang pendidikan tidak meningkat. Padahal, DAU fungsi
pendidikan selalu bertambah setiap tahun. Pengunaan dana pedidikan tersebar ke
gaji dan tunjangan guru, sertifikasi, hingga operasional sekolah yang diberikan
kepada pemda.

“Ini bukan hanya soal jumlah uang. Tapi bagaimana menggunakan uang tersebut
dan kebijakan yang menaunginya. Sehingga memberikan hasil yang efektif,” papar
mantan DIrektur Pelaksana Bank Dunia itu. (han/ful/fin/kpc)

JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
menyentil dirinya. Soal anggaran jumbo namun, belum mampu meningkatkan kualitas
sumber daya alam. Justru, dia menyampaikan adanya anomali anggaran fungsi
pendidikan.

Setiap tahun, dana alokasi umum (DAU) pendidikan selalu naik. Dalam 10
tahun terakhir, dana tersebut meningkat 221 persen. Dari 2009 sebesar Rp 153
triliun menjadi Rp 429,5 triliun pada 2019. Dana sebanyak itu digunakan untuk
gaji dan tunjangan guru ASN (aparatur sipil negara).

Padahal, lanjut Muhadjir, lebih dari 40 ribu guru pensiun setiap tahun.
Sementara itu, tidak ada pengangkatan guru ASN baru dalam dua tahun terakhir.
Di sisi lain, ketika Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemen PAN-RB) menyetujui jatah pengangkatan 155 ribu guru ASN,
mayoritas pemerintah daerah (pemda) enggan mengambil kuota tersebut.

Baca Juga :  Pemindahan Ibu Kota Harus Ada UU Khusus

Alasannya, tidak ada anggaran. Akibatnya, banyak sekolah-sekolah merekrut
guru honorer sebagai pengganti para guru yang pensiun. Gajinya diambil dari
dana BOS (bantuan operasional sekolah). “Sehingga tujuan BOS yang seharusnya
biaya operasional sekolah tidak optimal,” keluh Muhadjir kemarin.

Masalah itu pula yang membuat Muhadjir meminta para guru yang sudah purna
tugas untuk tetap memberikan pengabdian mereka. Sampai ada guru PNS
penggantinya. Selama pengabdian tersebut status guru itu tetap pensiunan.
Gajinya diambil dari dana BOS. “Itu yang saya sebut anomali anggaran fungsi
pendidikan yang ditransfer ke daerah. Penjelasan itu saya sampaikan ke Bu
Menkeu saat rapat di Kemenkeu, Kamis lalu (1/8),” terang menteri 63 tahun itu.

Apakah ada dugaan potensi penyelewengan anggaran pendidikan di daerah?
Muhadjir enggan berspekulasi. Hanya, di setiap laporan anggaran, pemda menyebut
diperkirakan untuk pendidikan. Kemendikbud bersama Kemenkeu sedang membahas dan
mengevaluasi masalah tersebut. Keduanya sudah dua kali bertemu pada 26 dan 31
Juli di kantor Kemenkeu.

Baca Juga :  Jaga Ekonomi Indonesia, BRI Bangkitkan Pelaku UMKM

“Hingga saat ini saya masih menunggu penjelasan dari Dirjen Guru dan Tenaga
Kependidikan mengapa daerah tidak mau mengambil jatah guru seleksi ASN (CPNS
dan PPPPK, red),” kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, masalah itu yang membuat kualitas
sumber daya manusia di bidang pendidikan tidak meningkat. Padahal, DAU fungsi
pendidikan selalu bertambah setiap tahun. Pengunaan dana pedidikan tersebar ke
gaji dan tunjangan guru, sertifikasi, hingga operasional sekolah yang diberikan
kepada pemda.

“Ini bukan hanya soal jumlah uang. Tapi bagaimana menggunakan uang tersebut
dan kebijakan yang menaunginya. Sehingga memberikan hasil yang efektif,” papar
mantan DIrektur Pelaksana Bank Dunia itu. (han/ful/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru