33.8 C
Jakarta
Tuesday, April 16, 2024

Ketum PP Muhammadiyah: Pancasila Lebih Butuh Amal Nyata, Bukan Hanya J

KALTENGPOS.CO – Menjelang usia kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun,
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai Pancasila lebih butuh untuk
diaktualisasikan pada amal nyata daripada sekadar jargon.

“Mestinya kita semakin matang dan
punya patokan bagaimana meletakkan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan tepat dan mengaktualisasikannya. Kita belum sensitif. Yang ada
pendogmaan, jargon, perlu diuji aktualisasinya,” tutur Haedar, Rabu (5/8).

Penilaian Haedar didasarkan pada
berbagai fenomena yang terjadi baik ditataran elit maupun sipil. Dibahasnya
berbagai Rancangan Undang-Undang yang mengundang polemik, hingga aksi penolakan
warga terhadap jenazah petugas kesehatan yang gugur karena Covid menurutnya
justru bertolakbelakang dengan nilai mulia Pancasila yang selama ini diusung.

Dalam diskusi webinar “Diseminasi
Program Revitalisasi dan Institusionalisasi Pendidikan Pancasila untuk
Perguruan Tinggi” yang digelar oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu, Haedar melihat ada ruh penjiwaan
Pancasila yang hilang dari elit politik sebagai teladan dalam praktik bernegara
sehingga rakyat pun turut menjauh dari penghayatan Pancasila.

Baca Juga :  Waduh! Diduga Bela Pelakor, Oknum Polisi Tega Injak-injak Anak Cantikn

Mengutip usaha penguatan
Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang tidak mencapai tujuannya meski
telah memiliki perangkat yang cukup, bagi Haedar seharusnya dipahami oleh para
elit politik sebagai pelajaran berharga bahwa Pancasila perlu dihidupkan dalam
keteladanan.

“Sekarang orang bisa lupa
dinamika itu, lebih-lebih bagi mereka yang meletakkan sejarah dengan
subjektivitas golongan dan pribadi dalam mozaik dan monumen. Kita sering
mengutuk dua masa lalu tapi juga sekaligus mereproduksi. Persoalan dasar ini
ada problem kelembagaan ketika bicara tentang nilai fundamental Pancasila,”
rangkumnya.

Muhammadiyah dalam kaitan itu
bagi Haedar tidak ingin terlibat dalam perdebatan kontra-produktif dan jargon
semata, tetapi berusaha menghadirkan Pancasila melalui kehidupan nyata
sebagaimana komitmen moral Muhammadiyah dalam dokumen Darul Ahdi was Syahadah.

Dalam pengertian Darul Ahdi,
selain mengunci Indonesia dari masuknya ideologi lain selain Pancasila baik
ideologi agama maupun sekuler, dokumen Darul Ahdi was Syahadah juga menjadi
acuan bagi Muhammadiyah untuk menjaga Indonesia sebagaimana cita-cita para
founding father yang tokoh Muhammadiyah banyak terlibat.

Baca Juga :  Pernyataan Ngabalin Dibantah, Tidak Ada Staf KSP yang Positif Korona

“Kalau ada yang ingin membawa ke
kanan atau ke kiri Muhammadiyah akan tegas. Di situlah semua perlu perenungan
apakah mereka yang selama ini berjargon ‘Kami Pancasila’, ‘Kami Nasionalis’
betul-betul ingin berdiri di Pancasila 18 Agustus 1945?,” ungkapnya.

Dalam pengertian Syahadah,
Pancasila menjadi pedoman bagi Muhammadiyah untuk membantu Indonesia mewujudkan
lima pedoman nilai yakni merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

“Ini harus menjadi agenda
aktualisasi bernegara. Kami Muhammadiyah, orang Muhammadiyah selalu berbuat
nyata membangun pusat keunggulan, ingin menghadirkan keunggulan dan kemajuan
bagi Indonesia sebagai representasi umat Islam bahwa Islam sebagai pemberi
solusi dan rahmatan lil alamin. Jika terjebak dalam jargon ideologis, kita
utopia maka tidak akan maju, lupa pada pekerjaan produktif,” pesannya.

KALTENGPOS.CO – Menjelang usia kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun,
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai Pancasila lebih butuh untuk
diaktualisasikan pada amal nyata daripada sekadar jargon.

“Mestinya kita semakin matang dan
punya patokan bagaimana meletakkan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan tepat dan mengaktualisasikannya. Kita belum sensitif. Yang ada
pendogmaan, jargon, perlu diuji aktualisasinya,” tutur Haedar, Rabu (5/8).

Penilaian Haedar didasarkan pada
berbagai fenomena yang terjadi baik ditataran elit maupun sipil. Dibahasnya
berbagai Rancangan Undang-Undang yang mengundang polemik, hingga aksi penolakan
warga terhadap jenazah petugas kesehatan yang gugur karena Covid menurutnya
justru bertolakbelakang dengan nilai mulia Pancasila yang selama ini diusung.

Dalam diskusi webinar “Diseminasi
Program Revitalisasi dan Institusionalisasi Pendidikan Pancasila untuk
Perguruan Tinggi” yang digelar oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu, Haedar melihat ada ruh penjiwaan
Pancasila yang hilang dari elit politik sebagai teladan dalam praktik bernegara
sehingga rakyat pun turut menjauh dari penghayatan Pancasila.

Baca Juga :  Waduh! Diduga Bela Pelakor, Oknum Polisi Tega Injak-injak Anak Cantikn

Mengutip usaha penguatan
Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang tidak mencapai tujuannya meski
telah memiliki perangkat yang cukup, bagi Haedar seharusnya dipahami oleh para
elit politik sebagai pelajaran berharga bahwa Pancasila perlu dihidupkan dalam
keteladanan.

“Sekarang orang bisa lupa
dinamika itu, lebih-lebih bagi mereka yang meletakkan sejarah dengan
subjektivitas golongan dan pribadi dalam mozaik dan monumen. Kita sering
mengutuk dua masa lalu tapi juga sekaligus mereproduksi. Persoalan dasar ini
ada problem kelembagaan ketika bicara tentang nilai fundamental Pancasila,”
rangkumnya.

Muhammadiyah dalam kaitan itu
bagi Haedar tidak ingin terlibat dalam perdebatan kontra-produktif dan jargon
semata, tetapi berusaha menghadirkan Pancasila melalui kehidupan nyata
sebagaimana komitmen moral Muhammadiyah dalam dokumen Darul Ahdi was Syahadah.

Dalam pengertian Darul Ahdi,
selain mengunci Indonesia dari masuknya ideologi lain selain Pancasila baik
ideologi agama maupun sekuler, dokumen Darul Ahdi was Syahadah juga menjadi
acuan bagi Muhammadiyah untuk menjaga Indonesia sebagaimana cita-cita para
founding father yang tokoh Muhammadiyah banyak terlibat.

Baca Juga :  Pernyataan Ngabalin Dibantah, Tidak Ada Staf KSP yang Positif Korona

“Kalau ada yang ingin membawa ke
kanan atau ke kiri Muhammadiyah akan tegas. Di situlah semua perlu perenungan
apakah mereka yang selama ini berjargon ‘Kami Pancasila’, ‘Kami Nasionalis’
betul-betul ingin berdiri di Pancasila 18 Agustus 1945?,” ungkapnya.

Dalam pengertian Syahadah,
Pancasila menjadi pedoman bagi Muhammadiyah untuk membantu Indonesia mewujudkan
lima pedoman nilai yakni merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

“Ini harus menjadi agenda
aktualisasi bernegara. Kami Muhammadiyah, orang Muhammadiyah selalu berbuat
nyata membangun pusat keunggulan, ingin menghadirkan keunggulan dan kemajuan
bagi Indonesia sebagai representasi umat Islam bahwa Islam sebagai pemberi
solusi dan rahmatan lil alamin. Jika terjebak dalam jargon ideologis, kita
utopia maka tidak akan maju, lupa pada pekerjaan produktif,” pesannya.

Terpopuler

Artikel Terbaru