27.8 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

Aturan Covid-19 Diperketat, Warga China Mulai Frustrasi

PROKALTENG.CO – Warga China menunjukkan rasa frustrasi atas upaya negara menangani pandemi Covid-19. Itu terlihat di media sosial, yang menunjukkan aksi protes sejumlah warga yang menolak tes massal Covid di Kota Shenyang, timur laut China.

Warga menuntut agar berbagai kebijakan pembatasan, terutama karantina dihapuskan. “Ini sebenarnya sudah berakhir,” kata seorang warganet di WeChat dilansir Reuters, Selasa (22/3).

Baca Juga :  Cina Beri Peringatam, Kemenlu: AS Memutarbalikkan Kebenaran

Warga lainnya menyebut, bahwa flu musiman sebenarnya lebih berbahaya. “Badan pengujian ingin ini terus berlanjut. Perusahaan vaksin ingin menyuntik selamanya,” celetuk warga lain.

Sebuah video tentang sekelompok warga kota Shenyang, memecahkan jendela pasar pakaian sambil berteriak menentang kewajiban tes Covid-19 ulang, viral di media sosial pekan lalu.

Komentar tersebut menggambarkan rasa frustasi yang berkembang di China. Karena pihak berwenang setempat menggunakan segala cara untuk menekan penyebaran Covid-19.

Masyarakat juga meragukan kebijakan “nol Covid” masih berfungsi di tengah penyebaran varian Omicron yang lebih menular.

Baca Juga :  Rusia Segera Uji Coba Vaksin Versi Semprot di Hidung

Pekan lalu, Wakil Kepala Komisi Kesehatan Nasional China Wang Hesheng mengatakan, cara Pemerintah China menekan laju infeksi sebenarnya sederhana. Menurutnya, dengan mengorbankan aktivitas sebagian kecil warga, akan memberikan dampak yang baik.

“Sebagai gantinya, kehidupan normal untuk masyarakat yang lebih luas bisa dicapai,” tutur Wang.

Namun warga menilai, kebijakan Pemerintah tidak jelas dan inkonsisten. Ditambah lagi tim sensor media sosial China telah bekerja lembur untuk mencoba menghapus gelombang keluhan netizen.

“Sudah tiga tahun sejak wabah dan pemerintah masih sangat tidak efektif dalam menanganinya,” kata seorang netizen di Weibo dengan nama Aobei.

Kebijakan-kebijakan itu juga membuat kesulitan ekonomi warga meningkat. Seorang kurir bermarga Mao di kota Changchun mengatakan, 90 persen wilayah itu ditutup.

Kondisi tersebut Membuat Mao tidak bisa lagi bekerja. Mao bilang, dirinya tak lagi punya pilihan. Selain menunggu Pemerintah membuka karantina. “Saya tidak punya harapan lagi,” kata Mao.

Kontrol Sewenang-wenang

Warga juga mengeluhkan aturan yang sewenang-wenang. Di Beijing, satu keluarga mengatakan komite perumahan memasang alat pemantau di pintu apartemen mereka.

Untuk memastikan mereka mematuhi perintah “di rumah saja” selama dua pekan. Perintah itu datang setelah seorang anggota keluarganya masuk ke supermarket yang telah dikunjungi warga yang terkonfirmasi Covid-19.

Baca Juga :  Ini Instruksi Gubernur Kalteng Antisipasi Ledakan Covid-19 di 2022

Di Shanghai, penduduk juga dibingungkan oleh standar pengujian yang tidak merata. Kota itu juga di ambang karantina ketat yang diberlakukan blok apartemen dan kompleks di seluruh kota.

Kebijakan ini membuat warganet tak bisa diam saja. Sebuah postingan di platform media sosial China Weibo, pekan lalu melaporkan, bahwa seorang pasien yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Shanghai meninggal.

Pasien itu disebut “dikurung” di penginapannya di sebelah rumah sakit. Postingan itu kini telah dihapus. Tapi, warga keburu membagikannya secara luas.

Baca Juga :  Kembali Kampanyekan Masker, Belanda Juga Pertimbangkan Lockdown

Postingan lainnya bercerita, ayahnya meninggal karena stroke pada akhir tahun lalu. Dia bilang, ada harapan untuk pengobatan. Namun karena karantina ketat, ayahnya harus menunggu laporan tes asam nukleat.

“Ayah melewatkan waktu pengobatan terbaik,” tulis warga itu. (pyb/rmid/kpc)

PROKALTENG.CO – Warga China menunjukkan rasa frustrasi atas upaya negara menangani pandemi Covid-19. Itu terlihat di media sosial, yang menunjukkan aksi protes sejumlah warga yang menolak tes massal Covid di Kota Shenyang, timur laut China.

Warga menuntut agar berbagai kebijakan pembatasan, terutama karantina dihapuskan. “Ini sebenarnya sudah berakhir,” kata seorang warganet di WeChat dilansir Reuters, Selasa (22/3).

Baca Juga :  Cina Beri Peringatam, Kemenlu: AS Memutarbalikkan Kebenaran

Warga lainnya menyebut, bahwa flu musiman sebenarnya lebih berbahaya. “Badan pengujian ingin ini terus berlanjut. Perusahaan vaksin ingin menyuntik selamanya,” celetuk warga lain.

Sebuah video tentang sekelompok warga kota Shenyang, memecahkan jendela pasar pakaian sambil berteriak menentang kewajiban tes Covid-19 ulang, viral di media sosial pekan lalu.

Komentar tersebut menggambarkan rasa frustasi yang berkembang di China. Karena pihak berwenang setempat menggunakan segala cara untuk menekan penyebaran Covid-19.

Masyarakat juga meragukan kebijakan “nol Covid” masih berfungsi di tengah penyebaran varian Omicron yang lebih menular.

Baca Juga :  Rusia Segera Uji Coba Vaksin Versi Semprot di Hidung

Pekan lalu, Wakil Kepala Komisi Kesehatan Nasional China Wang Hesheng mengatakan, cara Pemerintah China menekan laju infeksi sebenarnya sederhana. Menurutnya, dengan mengorbankan aktivitas sebagian kecil warga, akan memberikan dampak yang baik.

“Sebagai gantinya, kehidupan normal untuk masyarakat yang lebih luas bisa dicapai,” tutur Wang.

Namun warga menilai, kebijakan Pemerintah tidak jelas dan inkonsisten. Ditambah lagi tim sensor media sosial China telah bekerja lembur untuk mencoba menghapus gelombang keluhan netizen.

“Sudah tiga tahun sejak wabah dan pemerintah masih sangat tidak efektif dalam menanganinya,” kata seorang netizen di Weibo dengan nama Aobei.

Kebijakan-kebijakan itu juga membuat kesulitan ekonomi warga meningkat. Seorang kurir bermarga Mao di kota Changchun mengatakan, 90 persen wilayah itu ditutup.

Kondisi tersebut Membuat Mao tidak bisa lagi bekerja. Mao bilang, dirinya tak lagi punya pilihan. Selain menunggu Pemerintah membuka karantina. “Saya tidak punya harapan lagi,” kata Mao.

Kontrol Sewenang-wenang

Warga juga mengeluhkan aturan yang sewenang-wenang. Di Beijing, satu keluarga mengatakan komite perumahan memasang alat pemantau di pintu apartemen mereka.

Untuk memastikan mereka mematuhi perintah “di rumah saja” selama dua pekan. Perintah itu datang setelah seorang anggota keluarganya masuk ke supermarket yang telah dikunjungi warga yang terkonfirmasi Covid-19.

Baca Juga :  Ini Instruksi Gubernur Kalteng Antisipasi Ledakan Covid-19 di 2022

Di Shanghai, penduduk juga dibingungkan oleh standar pengujian yang tidak merata. Kota itu juga di ambang karantina ketat yang diberlakukan blok apartemen dan kompleks di seluruh kota.

Kebijakan ini membuat warganet tak bisa diam saja. Sebuah postingan di platform media sosial China Weibo, pekan lalu melaporkan, bahwa seorang pasien yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Shanghai meninggal.

Pasien itu disebut “dikurung” di penginapannya di sebelah rumah sakit. Postingan itu kini telah dihapus. Tapi, warga keburu membagikannya secara luas.

Baca Juga :  Kembali Kampanyekan Masker, Belanda Juga Pertimbangkan Lockdown

Postingan lainnya bercerita, ayahnya meninggal karena stroke pada akhir tahun lalu. Dia bilang, ada harapan untuk pengobatan. Namun karena karantina ketat, ayahnya harus menunggu laporan tes asam nukleat.

“Ayah melewatkan waktu pengobatan terbaik,” tulis warga itu. (pyb/rmid/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru