27.6 C
Jakarta
Friday, April 19, 2024

Imbas Corona, Cina Mulai Berlakukan PHK Massal

BEIJING – Bisnis di Cina kian lesu. Wabah virus Corona
yang terus mengegrus negara itu, tidak hanya berdampak merosotnya daya beli
masyarakat lokal hingga komoditas ekspor. Efek negatif lain, adanya misi pemutusan
hubungan kerja (PHK) secara massal akibat meruginya perusahaan. Imbasnya 4,5
juta warga terancam menganggur.

Mark Xia seorang pegawai di rumah produksi video Shanghai mengkhawatirkan
kondisi yang ada. Pasalnya sejak dirinya mengambil cuti tiga bulan, hingga kini
tak ada gaji atau penjelasana mengenai upah yang seharusnya diterima.

”Saya mengerti kondisi arus-kas perusahaan yang sedang sulit. Perusahaan
menunda pembayaran, dari sejumlah pengambilan gambar dalam bentuk audio visual
yang sudah kami kerjakan. Tentus saja ini berdampak besar pada pendapatan kami,
itulah kenyataannya,” tutur Xia (25) kepada Reuters, Rabu (19/2).

Menghadapi kondisi ini, Xia sedang mencari pekerjaan paruh waktu setelah
perusahaan menolak permintaannya untuk membayar setengah dari gaji bulanannya
selama penangguhan, dan tidak memberinya pilihan selain mengundurkan diri.
”Saya sendiri harus cari alternatif, di tengah kondisi susah ini. Ini tentu
saja tidak mudah,” imbuhnya.

Xia merupakan satu dari jutaan warga Tiongkok yang kehilangan pekerjaannya
di tengah wabah virus Corona yang telah menewaskan lebih dari 2000 orang dan
menginfeksi lebih dari 72.000 orang.

Parahnya lagi, wabah virus corona memicu pembatasan perjalanan dan
pengetatan aktivitas masyarakat. Akibatnya banyak bisnis tutup dan pasokan
barang serta jasa terganggu.

Banyak perusahaan kecil menghadapi krisis keuangan karena kurangnya pesanan
sehingga memaksa perusahaan memberhentikan pekerja dan mengurangi gaji pegawai
agar bisa bertahan. Namun wabah virus corona itu belum menunjukkan tanda-tanda
kapan berakhirnya.

Baca Juga :  Pemerintah Hanya Mampu Kirim Masker dan Logistik ke Tiongkok

Setiap kenaikan pesat angka pengangguran dapat menimbulkan tantangan besar
bagi para pemimpin yang terobsesi dengan stabilitas Cina. Negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah merosot dan mendekati
posisi terendah dalam tiga dekade terakhir.

Hanya 34 persen dari hampir 1.000 perusahaan kecil dan menengah dapat
bertahan selama satu bulan dengan arus kas. Ini berdasarkan survei terbaru dari
Universitas Tsinghua dan Universitas Peking. Bahkan ada yang menyebut kondisi
keuangan mayorita perusahaan hanya bisa bertahan selama dua bulan.

Sementara 18 persen lainnya mengatakan mereka bisa bertahan selama tiga
bulan. ”Mungkin ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Ini juga tidak bisa
dipungkiri, akibat produksi melemah, daya jual drop,” ujar Kepala Ekonom
Zhongyuan Bank Wang Jun, yang berbasis di Beijing.

Wang Jun juga menganalisa adanya persamaan dengan kondisi tahun ini dengan
tahun 2002-2003, merujuk pada wabah Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS). ”Saya
pikir lebih tepat untuk membandingkan dampak saat ini dengan krisis global,
daripada dampak SARS,” tambahnya.

Ya, selama krisis keuangan global 2008 dan 2009, sekitar 20 juta pekerja
migran Tiongkok kehilangan pekerjaan karena ekspor anjlok. Itu mendorong
Beijing mengeluarkan paket stimulus yang besar. Kebijakan itu mendorong
pertumbuhan ekonomi secara cepat, tetapi membebani perekonomian dengan utang.

Baca Juga :  Miris, Hampir 70 Orang di India Tewas Tersambar Petir

Namun pada tahun 2002 dan 2003, ekonomi Tiongkok tetap berada di atas
pondasi yang kokoh meskipun terjadi wabah SARS. Pekan lalu, kabinet berjanji
untuk mencegah PHK massal dan mengatakan kepada pemerintah daerah untuk
membantu menstabilkan pekerjaan dengan menarik asuransi pengangguran dan dana
serupa.

Perusahaan-perusahaan di sektor jasa mulai dari restoran, hotel, toko,
bioskop dan agen perjalanan, telah mengalami kerugian yang cukup besar akibat
wabah virus corona. ”Situasi kerja pada kuartal pertama dalam kondisi baik.
Namun, jika wabah virus corona tidak dapat diatasi pada akhir Maret, maka dari
kuartal kedua, kita akan melihat PHK besar,” tutur Dan Wang, seorang analis.

Ia memperkirakan 4,5 juta orang dapat kehilangan pekerjaannya akibat PHK
massal. Perusahaan swasta menyumbang 80 persen pekerjaan di perkotaan. Sebelum
wabah virus corona, pengangguran telah meningkat. Tingkat pengangguran resmi
berdasarkan survei pada bulan Desember sebesar 5,2 persen, naik dari 4,9 persen
pada bulan April 2018.

Para pembuat kebijakan telah meluncurkan serangkaian upaya untuk menopang
perekonomian. Sayangnya jalan ini belum cukup. Kondis makin tidak stabil
setelah pertumbuhan ekonomi Cina melambat menjadi 6 persen pada kuartal
keempat, dengan pertumbuhan 2019 pada 6,1 persen atau terlemah dalam tiga
dekade terakhir. ”Meningkatnya PHK dapat merusak pendapatan dan konsumsi maupun
menyulitkan pemulihan perekonomian Cina,” terang Wang Jun. (reu/fin/ful/kpc)

BEIJING – Bisnis di Cina kian lesu. Wabah virus Corona
yang terus mengegrus negara itu, tidak hanya berdampak merosotnya daya beli
masyarakat lokal hingga komoditas ekspor. Efek negatif lain, adanya misi pemutusan
hubungan kerja (PHK) secara massal akibat meruginya perusahaan. Imbasnya 4,5
juta warga terancam menganggur.

Mark Xia seorang pegawai di rumah produksi video Shanghai mengkhawatirkan
kondisi yang ada. Pasalnya sejak dirinya mengambil cuti tiga bulan, hingga kini
tak ada gaji atau penjelasana mengenai upah yang seharusnya diterima.

”Saya mengerti kondisi arus-kas perusahaan yang sedang sulit. Perusahaan
menunda pembayaran, dari sejumlah pengambilan gambar dalam bentuk audio visual
yang sudah kami kerjakan. Tentus saja ini berdampak besar pada pendapatan kami,
itulah kenyataannya,” tutur Xia (25) kepada Reuters, Rabu (19/2).

Menghadapi kondisi ini, Xia sedang mencari pekerjaan paruh waktu setelah
perusahaan menolak permintaannya untuk membayar setengah dari gaji bulanannya
selama penangguhan, dan tidak memberinya pilihan selain mengundurkan diri.
”Saya sendiri harus cari alternatif, di tengah kondisi susah ini. Ini tentu
saja tidak mudah,” imbuhnya.

Xia merupakan satu dari jutaan warga Tiongkok yang kehilangan pekerjaannya
di tengah wabah virus Corona yang telah menewaskan lebih dari 2000 orang dan
menginfeksi lebih dari 72.000 orang.

Parahnya lagi, wabah virus corona memicu pembatasan perjalanan dan
pengetatan aktivitas masyarakat. Akibatnya banyak bisnis tutup dan pasokan
barang serta jasa terganggu.

Banyak perusahaan kecil menghadapi krisis keuangan karena kurangnya pesanan
sehingga memaksa perusahaan memberhentikan pekerja dan mengurangi gaji pegawai
agar bisa bertahan. Namun wabah virus corona itu belum menunjukkan tanda-tanda
kapan berakhirnya.

Baca Juga :  Pemerintah Hanya Mampu Kirim Masker dan Logistik ke Tiongkok

Setiap kenaikan pesat angka pengangguran dapat menimbulkan tantangan besar
bagi para pemimpin yang terobsesi dengan stabilitas Cina. Negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah merosot dan mendekati
posisi terendah dalam tiga dekade terakhir.

Hanya 34 persen dari hampir 1.000 perusahaan kecil dan menengah dapat
bertahan selama satu bulan dengan arus kas. Ini berdasarkan survei terbaru dari
Universitas Tsinghua dan Universitas Peking. Bahkan ada yang menyebut kondisi
keuangan mayorita perusahaan hanya bisa bertahan selama dua bulan.

Sementara 18 persen lainnya mengatakan mereka bisa bertahan selama tiga
bulan. ”Mungkin ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Ini juga tidak bisa
dipungkiri, akibat produksi melemah, daya jual drop,” ujar Kepala Ekonom
Zhongyuan Bank Wang Jun, yang berbasis di Beijing.

Wang Jun juga menganalisa adanya persamaan dengan kondisi tahun ini dengan
tahun 2002-2003, merujuk pada wabah Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS). ”Saya
pikir lebih tepat untuk membandingkan dampak saat ini dengan krisis global,
daripada dampak SARS,” tambahnya.

Ya, selama krisis keuangan global 2008 dan 2009, sekitar 20 juta pekerja
migran Tiongkok kehilangan pekerjaan karena ekspor anjlok. Itu mendorong
Beijing mengeluarkan paket stimulus yang besar. Kebijakan itu mendorong
pertumbuhan ekonomi secara cepat, tetapi membebani perekonomian dengan utang.

Baca Juga :  Miris, Hampir 70 Orang di India Tewas Tersambar Petir

Namun pada tahun 2002 dan 2003, ekonomi Tiongkok tetap berada di atas
pondasi yang kokoh meskipun terjadi wabah SARS. Pekan lalu, kabinet berjanji
untuk mencegah PHK massal dan mengatakan kepada pemerintah daerah untuk
membantu menstabilkan pekerjaan dengan menarik asuransi pengangguran dan dana
serupa.

Perusahaan-perusahaan di sektor jasa mulai dari restoran, hotel, toko,
bioskop dan agen perjalanan, telah mengalami kerugian yang cukup besar akibat
wabah virus corona. ”Situasi kerja pada kuartal pertama dalam kondisi baik.
Namun, jika wabah virus corona tidak dapat diatasi pada akhir Maret, maka dari
kuartal kedua, kita akan melihat PHK besar,” tutur Dan Wang, seorang analis.

Ia memperkirakan 4,5 juta orang dapat kehilangan pekerjaannya akibat PHK
massal. Perusahaan swasta menyumbang 80 persen pekerjaan di perkotaan. Sebelum
wabah virus corona, pengangguran telah meningkat. Tingkat pengangguran resmi
berdasarkan survei pada bulan Desember sebesar 5,2 persen, naik dari 4,9 persen
pada bulan April 2018.

Para pembuat kebijakan telah meluncurkan serangkaian upaya untuk menopang
perekonomian. Sayangnya jalan ini belum cukup. Kondis makin tidak stabil
setelah pertumbuhan ekonomi Cina melambat menjadi 6 persen pada kuartal
keempat, dengan pertumbuhan 2019 pada 6,1 persen atau terlemah dalam tiga
dekade terakhir. ”Meningkatnya PHK dapat merusak pendapatan dan konsumsi maupun
menyulitkan pemulihan perekonomian Cina,” terang Wang Jun. (reu/fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru